Senin, 23 April 2012

Neo-Platonisme

-->
      Aliran Neo-Platonisme.
Kata neoplatonisme terdiri dari beberapa rangkaian kata yaitu, neo, plato dan isme. Kata neo memiliki arti baru, sedangkan Plato merujuk pada seorang filosof yang mencetuskan konsep realitas idea dalam teori filsafatnya, isme memiliki arti faham. Jadi apabila dirangkai memiliki pengertian ide-ide baru yang muncul dari ide-ide filsafat yang telah dimunculkan oleh Plato. . Faham ini bertujuan menghidupkan kembali filsafat yang dikemukakan oleh Plato. Meskipun begitu tidak berarti bahwa pengikut-pengikutnya tidak terpengaruh dengan aliran yang dibawa oleh para filsuf selain Plato. Dapat disimpulkan juga bahwa aliran neoplatonisme merupakan sintesa dari semua aliran filsafat sampai saat itu, dimana Plato diberi tempat istimewa. Faham ini dicetuskan pertama kali oleh Plotinus dari Mesir. Faham neoplatonisme memiliki ciri-ciri umum, diantaranya :
a. Aliran ini menggabungkan filsafat Platonis dengan tren-tren utama lain dari pemikiran kuno, kecuali epikuarisme. Bahkan sistem ini mencakup unsur-unsur relegius dan mistik.
b. Menggunakan filsafat Plato dan menafsirkannya dengan cara khusus. Cara interpretasi itu cenderung mengaitkan Allah dengan prinsip kesatuan seperti yang tampak dalam proses emanasi.
Plotinus adalah filosof pertama pada abad pertengahan yang mengajukan teori penciptaan alam semesta. Teori yang terkenal ialah teori emanasi. Teori ini banyak dikutip oleh para filosof islam. Teori itu merupakan jawaban terhadap pertanyaan Thales kira-kira delapan abad sebelumnya, apa bahan alam semesta ini. Plotinus menjawab, bahannya adalah Tuhan. Filsafat plotinus lebih bernafaskan mistik, bahkan tujuan utama filsafat menurut pendapatnya ialah mencapai pemahaman mistik, karena ia terpengaruh agam kristen.
Tentang sejarah riwayat hidupnya, Plotinus dilahirkan pad tahun 204 di Lycopolis Mesir. Padatahun 232 ia pergi ke Alexandria untuk belajat filsafat, pada seorang guru yang bernama Animonius Saccas, selama 11 tahun. Ada yang mengatakan ia mulai tertarik filsafat pada usia 28 tahun.[1] Pada usia 40 tahun ia pergi ke Roma. Di sana ia menjadi pemikir terkenal pada zaman itu. Ia meninggal di Minturnea pada 270 M di Minturnae, Campania, Italia.
Ia bermula mempelajari filosofi dari ajaran Yunani, terutama dari buah tangan Plato. Pada usia 50 tahun ia mulai menulis karangan-karangan filosofisnya. Muridnya yang bernama Porphyry mulai menerbitkan karangan-karangan Ployinus yang berjumlah 54 karangan. Karangan itu di kelompokkan menjadi 6 set, dan setiap setnya terdiri atas 9 karangan, masing-masing set itu disebut enned, seluruhnya ada 6 enned. Diantara isi enned tersebut antara lain :
1. Enned pertama berisi tentang masalah etika, kebajikan, kebahagiaan, bentuk-     bentuk kebaikan, kejahatan, dan masalah penacabutan dari kehidupan.
2. Enned kedua berisi tentang fisik alam semesta, bintang-bintang, potensialitas dan aktualitas, sirkulasi gerakan, kualitas dan bentuk, dan kritik terhadap gnostisisme.
3. Enned ketiga berisi tentang implikasi filsafat tentang dunia, seperti masalah iman, kuasa Tuhan, kekekalan, waktu, dan tatanan alam.
4.  Enned keempat berisi tentang sifat dan fungsi jiwa.
5.  Enned kelima berisi tentang roh Ketuhanan (alam idea).
6.  Enned keenam berisi tentang free will dan ada yang menjadi realitas.
Seperti yang telah disinggung diatas, bahwa secara umum ajaran Plotinus disebut Neo-Platonisme. Jadi ajarannya itu tentu ada keterkaitan dengan filsafat plato. Dalam berbagai hal Plotinus memang bersandar pada doktrin-doktrin Plato. Sama dengan Plato, ia menganut ralitas idea. Akan tetapi ada sebuah perbedaan antara ide yang di tuangkan oleh Plato dengan Plotinus. Perbedaannya ialah, pada Plato idea itu bersifat umum ; artinya setiap jenis objek hanya ada satu ideanya, akan tetapi Plotinus mengatakan bahwa idea itu bersifat partikular, sama dengan dunia yang partikular. Pebedan mereka yang pokok ialah pada titik tekan ajaran mereka masing-masing. Plotinus kurang memperhatikan masalah-masalah sosial seperti halnya Plato.[2] Ada beberapa ajaran filsafat Plotinus yang perlu dikaji lebih lanjut, yakni antara lain :
·      Teori Metafisika Plotinus
Sistem metafisik Plotinus ditandai dengan konsep transenden. Menurut pendapatnya, di dalam alam pikiran terdapat tiga realitas : The One, The Mind, dan The Soul.
Realitas yang pertama The One(Yang Esa) adalah Tuhan: yaitu realitas yang tidak dapat dipahami dengan metode sains dan logika. Ia berada di luar eksistensi, di luar segala nilai. Keberadaannya bersifat transenden dan hanya dapat dihayati. Ia dapat didekati dengan tanda-tanda dalam alam.
Realitas yang kedua The Mind atau Nous. Ini adalah gambaran tentang Yang Esa dan di didalamnya mengandung idea-idea Plato. Idea-idea itu merupakan bentuk asli obyek-obyek. Kandungan Nous adalah benar-benar sebuah kesatuan. Untuk menghayatinya kita haruslah melalui proses perenungan.[3]
Realitas yang ketiga The Soul adalah sebagai arsitek semua fenomena yang ada di alam ini, Soul itu mengandung satu jiwa dunia dan banyak dunia kecil. Jiwa dunia dapat dilihat dalam dua aspek, ia adalah energi di belakang dunia, dan pada waktu yang ia adalah bentuk-bentuk alam semesta. Jiwa manusia juga mempunyai dua aspek: yang pertama intelektualitas yang tunduk pada reinkarnasi, dan yang kedua adalah irasional.  
Penyatuan bentuk dan benda menyebakan terciptanya dunia. Dengan demikian jagat raya mewujudkan suatu gambaran idea. Seluruh jagat raya ini adalah suatu kesatuan organis. Di dalamnya jiwa dunia menjadi asas segala fungsi sehingga segala kekuatan dihubungkan yang satu dengan yang lain.
Di dalam diri manusia terdapat tiga substansi, yaitu roh, jiwa, dan tubuh. Ketiganya mewujudkan suatu kesatuan, yang mana jiwa sebagai tempat kesadaran mengambil tempat yang pusat. Tubuh mewujudkan suatu alat benda. Sedangkan roh tetap senatiasa dipersatukan dengan nous tertinggi, yaitu Yang Esa. Tujuan hidup menurut Plotinus ialah kembali dipersatukannya manusia dengan Yang Esa.
Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa corak filsafat Plotinus berkisar pada konsep Yang Satu. Artinya, semua yang ada bersumber dan akan kembali kepada Yang Satu. Oleh karenanya dalam realitas seluruhnya terdapat dua gerakan, yaitu:
a. Dari atas ke bawah.
Teori yang pertama ini dapat digambarkan sebagaimana dalam emanasi. Pancaran dari Yang Satu memancar menjadi budi (nus). Akal Budi ini sama dengan ide-ide Plato yang dianggap Plotinus sebagai intelek yang memikirkan dirinya. Jadi akal budi sudah tidak satu lagi. Hal ini karena dalam akal budi terdapat dualisme (pemikiran dan yang difikirkan). Dari akal budi itu muncullah Jiwa Dunia (psykhe). Akhirnya dari jiwa dunia ini mengeluarkan materi (hyle) yang bersama dengan jiwa dunia merupakan jagat raya. Karena materi memiliki tingkatan paling rendah, maka ia berupa makhluk yang paling kurang sempurna dan sumber-sumber kejahatan.
b. Dari bawah ke atas
Terma kedua ini dapat pula dikatakan dengan kebersatuan dengan Yang Satu. Inilah yang menjadi tujuan dari filsafat yang dikonsep oleh Plotinus. Pada bagian kedua ini jiwa manusia harus memusatkan diri kepada diri sendiri terlebih dahulu, meninggalkan kesenangan obyek-obyek panca indera serta menaikkan alam pemikirannya kepada alam pemikiran ke-Tuhan-nan. Dengan demikian jiwa bisa mencapai alam jiwa-akal Mutlak (spirit-Nous). Fase terakhir dari perjalanan menuju ketuhanan hanya bisa dicapai dengan mistik atau semedi (estatic-mystical experience) yang oleh Plotinus disebut dengan istilah terbang dari pribadi ke Pribadi (the flight of the alone to Alone) artinya menuju kepada Tuhan. Demikian corak mistik dan agama pemikiran Plotinus. Pemikiran tersebut kemudian oleh St. Agustinus dan Dyonisius ke dalam ajaran agama Masehi, dan dengan demikian Plotinus dianggap sebagai bapak mistik barat.
Dalam ajaran Plotinus, jiwa tidak bergantung pada materi, atau dengan kata lain jiwa aktif dan materi bersifat pasif. Oleh karena itu jiwa merupakan esensi tubuh material. Tubuh dengan segala keterbatasannya ini berisi prinsip-prinsip ketiadaan dan penuh kejahatan. Ia mempunyai jarak yang jauh dari yang Maha Esa. Meskipun Plotinus berpendapat demikian bukan lantas mengabaikan jasad seperti orang-orang gnostik. Tentang penciptaan, Plotinus berpendapat bahwa Yang Paling Awal merupakan Sebab yang Pertama. Disini mulailah Plotinus memulai teori emanasinya yang belum pernah diajukan oleh filosof lainnya. Tujuan dari teori ini untuk meniadakan anggapan keberadaan Tuhan sebanyak makhlukNya.
Alam ini diciptakan melalui proses emanasi yang berlangsung tidak dalam waktu. Sebab ruang dan waktu terletak pada tingkat terbawah dari emanasi, ruang dan waktu adalah pengertian dalam dunia yang lahir. Dalam emanasi The One (Yang Esa) tidak mengalami perubahan. Yang Esa adalah semuanya, tetapi tidak mengandung di dalamnya satu pun dari barang yang banyak (makhluk). Dasar makhluk tidak mungkin kalau makhluk itu sendiri, akan tetapi Yang Esalah yang menjadi dasar semua makhluk.
Di dalam filsafat klasik Yang Esa itu dikatakan sebagai penggerak yang pertama (al-muharrik al-awwal), yang berakibat Yang Esa didiskripsikan berada di luar alam nyata. Dalam emanasi Plotinus alam ini terjadi dari Yang Melimpah, yang mengalir itu tetap menjadi bagian Yang Melimpah. Sehingga dapat disimpulkan dari teori Plotinus bahwa alam berada dalam Tuhan. Hubungannya sama dengan hubungan suatu benda dengan bayangannya. Makin jauh yang mengalir dari Yang Asal, maka makin tidak sempurna ia. Alam ini merupakan bayangan yang asal akan tetapi tidak sempurna seperti halnya Yang Asal.
Menurut Plotinus jalan untuk menuju kembali atau remanasi ini bertahap, sama dengan apa yang diajarkan tentang emanasi atau pengaliran keluar. Jalan kembali terdiri atas 3 tahap, yakni melakukan kebajikan umum, berfilsafat, dan mistik.[4]
·      Ajaran tentang Jiwa
Untuki memahami pemikiran plotinus, maka haruslah memahami filsafatnya tentang jiwa. Menurutnya jiwa adalah suatu kekuatan ilahiyah dan merupakan sumber kekekalan. Alam semesta berada dalam satu jiwa dunia. Jiwa tidak dapat dibagi secara kuantitatif karena jiwa adalah sesuatu yang satu. Satu disini dapat diartikan dalam setiap individu terdapat jiwa, sehingga jiwa berjumlah sangat banyak. Dari jiwa dengan jumlah yang sangat banyak tadi, antara jiwa yang satu dan lainnya memiliki kesatuan.  
Dalam filsafat Plotinus dikemukakan pula adanya reinkarnasi sebagaimana dalam teori filsafat Plato. Selain itu jiwa telah ada sebelum keberadaan jasmani, sehingga jiwa bersifat kekal. Reinkarnasi ditentukan oleh perilaku manusia pada saat hidupnya dan hanya jiwa yang kotor sajalah yang mengalami reinkarnasi. hal ini dikarenakan
jiwa yang bersih dan tidak ada ikatan dengan dunia ia akan bersatu dengan Tuhan. Menurutnya jiwa yang tinggi adalah jiwa yang tidak mengingat apa-apa kecuali Yang Tinggi.
·      Ajaran tentang ilmu
Idea keilmuan tidak begitu maju pada masa Plotinus, ia menganggap sains lebih rendah daripada metafisika, metafisika lebih rendah daripada keimanan. Hal ini plotinus terpengaruh pada jarn kristen yang juga berkembang pada saat itu. Dari pendapatnya ini Plotinus mengekang kebebasan akal dengan doktrin-doktrin agamanya ini. Tidak hanya Plotinus, pengikutnya Simplicius bahkan tidak memberi ruang gerak kepada filsafat rasional. Menurutnya orang yang mempelajari filsafat rasional sama halnya melakukan kesia-siaan belaka bahkan mereka harus dimusuhi. Dari doktrin inilah akhirnya kaisar Justianus melarang pengajaran filsafat (apapun) di Athena dan menghukum berat orang-orang yang mempelajarinya.
Begitu pula Agustinus yang mengganti akal dengan iman sehingga potensi rasional yang diakui pada zaman Yunani digantikan dengan kuasa Tuhan. Menurutnya tidak perlu dipimpin oleh pendapat yang memiliki kebenaran relatif, karena agama memiliki kebenaran yang mutlak.
Plotinus dapat disebut musuh dari naturalisme. Ia membedakan dengan tegas tubuh dan jiwa. Jiwa tidak dapat diterjemahkan ke dalam ukuran-ukuran badaniah, fakta alam haruslah difahami sesuai dengan tendensi spiritualnya.
·      Ajaran tentang etika, dan estetika
Dalam pembahasan etika, Plotinus mengawalinya dengan membahas kebebasan berkehendak yang dimiliki manusia. Pada dasarnya manusia memiliki kebebasan, akan tetapi kebebasan tidak dapat diartikan secara lahiriyah. Kebebasan yang dimaksud disini adalah manusia bebas memilih kepada kebaikan ataukah keburukan. Menurutnya jiwa manusia berada dalam jiwa ilahi (cenderung untuk baik) sehingga Plotinus menyimpulkan bahwa kebebasan yang dimiliki oleh jiwa manusia dikarenakan jiwa manusia sebagian dari jiwa Ilahi. Meskipun begitu manusiapun harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena ia telah diberi pikiran untuk memilih dan kebebasan untuk menentukan piihan. Kemampuan dalam memilih hal yang baik ini digerakkan oleh cinta yang disandarkan kepada Yang Esa.
Menurut Plotinus esensi keindahan tidak terletak dalam bentuk yang kasat mata, akan tetapi esensinya terletak pada keintiman seorang hamba dengan Tuhannya Yang Maha Sempurna. Dari pernyataannya ini timbul semacam sekala menarik tentang keindahan, mulai dari keindahan yang inderawi naik ke emosi kemudian ke susunan alam semesta yang bersifat immaterial. Jadi keindahan itu bertingkat mulai dari keindahan inderawi hingga keindahan Ilahiah.
Konsep keindahan pada Plotinus berhubungan juga dengan pandangannya tentang kejahatan. Kejahatan, menurut Plotinus tidak mempunyai realitas metafisis. Perbuatan jahad adalah perbuatan yang rendah. Kejahatan itu diadakan sebagai syarat kesempurnaan alam. Karena di alam ini ditemukan hal-hal yang bertentangan seperti, hitam-putih, panas-dingin, suka-duka, baik-buruk. Semuanya ini merupakan anggota suatu kehidupan.
B.      Pengaruh masa-masa setelah Plotinus.
Setelah Plotinus, filsafat boleh dikatakan benar-benar mulai memasuki situasi abad pertengahan, di mana filsafat didominasi agama kristen. Agama kristen adalah simbul sejarah revolusi. Sekurang-kurangnya pada awal pertumbuhan benar-benar mengalami revolusi dalam bidang filsafat, politik, ekonomi, dan moral. Hal ini dimulai dari penentangan terhadap formalisme keagaman dan didukung oleh masyarakat kelas rendah yang menginginkan dunia bru dan harapann baru.
Ide-ide moral abad pertengahan jelas tidak di bimbing oleh semangat eksperimen dalam bidang sains. Karena semuanya berasal dari Tuhan, maka semuanya juga dikembalikan pada aturan Tuhan. Pada awal perkembangan agama kristen tidaklah ruwet. Agama didominasi oleh harapan turunnya kembali yesus kristus. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya memerlukan teori-teori teologi yang rumit, yaitu tatkala agama mulai meluas pemeluknya di berbagai negara dan dipengaruhi oleh pemikiran yunani.
Zaman setelah masa Plotinus juga bisa disebut zaman patristik. Yang mana pada masa itu filsafatnya mengandung nilai-nilai religi yakni agama kristen. Periode ini ditandai dengan oleh Bapak-bapak Gereja (patristik) yang dimulai dengan tampilnya apologet para pengarang Gereja. Para Apologet memiliki tugas utama menjawab berbagai persoalan dan keberatan mengenai ajaran-ajaran iman Gereja terhadap berbagai ajaran atau paham-paham filosofis yang mengancam ajaran keimanan yang benar.   
Pada zaman abad pertengahan ini, juga lahir filosof-filosof yang sangat berpengaruh. Antara lain ialah : Agustinus (354-430), Anselmus (1033-1109), Thomas Aquinas (1225-1274M).
1.        Agustinus (354-430).
       Augustinus lahir di Tagasta, Numidia (sekarang Algeria). Pada 13 Nopember 354. Tatkala berumur sebelas tahun ia dikirim kesekolah Madaurus. Lingkungan itu telah mempengaruhi perkembangan moral dan agamanya. Tahun 369-370 dihabiskannya dirumah sebagai penganggur, tetapi suatu bacaan tentang Cicero pada bukunya Hortensius, telah membimbingnya kefilsafat.

       Pada Tahun 388 ia mengabdikan seluruh dirinya kepada Tuhan dan melayani pengikut-pengikutnya, kemudian ia menjual seluruh warisan dan uang hasil penjualannya tersebut dikasihkan kepada fakir-miskin. Pada tahun 395-396 ia ditahbiskan menjadi seorang Uskup di Hippo. Tahun terakhir hidup-hidupnya adalah tahun-tahun peperangan bagi imperium Romawi. Pada bulan 28 Agustus 430 ia meninggal dunia dalam kesucian dan kemiskinan yang memang sudah lama dijalaninya.

       Filsafat Augustinus merupakan sumber atau reformasi yang dilakukan oleh Protestan, khususnya kepada Luther, Zwingli, dan Calvin. Kutukannya kepada seks, pujianya kepada kehidupa pertapa, pandangannya tentang dosa asal, semuanya ini merupakan faktor yang memberikan kondisi untuk wujud pandangan-pandangan Abad Pertengahan.

Filsafatnya tentang sejarah berpengaruh terhadap gerakan-gerakan agama dan pada pemikiran sekular. Dalam pertarungan berbagai ideologi politik sekarang, ada kesamaan dalam keabsolutan, dalam dogmatisme, dan juga dalam fanatisme. Paham toesentris pada Augustinus menghasilkan suatu revolusi dalam pemikiran orang Barat. Anggapannya yang meremehkan kepentingan duniawi, kebenciannya terhadap teori-teori kealaman, imannya kepada Tuhan tetap merupakan bagaian peradaban modern. Sejak zaman Augustinuslah orang Barat lebih memiliki sifat introspektif.
       Augustinus tidak mempercayai bahwa sejarah adalah suatu siklus sejarah lebih dari itu; ia merupakan kejadian yang diatur oleh Tuhan. Jadi sebenarnya sejarah juga mempunyai suatu permulaan dan suatu akhir. Permualaannya adalah saat kejatuhan manusia, dan akhirnya adalah kemenangan Tuhan mengatasi kejahatan. Filsafat sejarah seperti ini adalah Dilsafat Sejarah dibimbing oleh Toelogi. Sejarah tidak dapat dijelaskan dengan memperhitungkan faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, sejarah dapat dipahami melaluihukum-hukum Tuhan.
2.        Anselmus (1033-1109).
       Dalam membicarakan Filsafat Abad Pertengahan St. Anselmus tidak dapat dilewatkan begitu saja. Tokoh inilah yang mengeluarkan Credo Ut Intelligam yang dapat dianggap merupakan cirri utama Filsafat pada Abad Pertengahan. Ia berasal dari Bangsawan di Aosta, Italia. Seluruh kehidupannya penuhi oleh kepatuhannya kepada Gereja. Tahun 1093 ia menjadi Uskup Agung Canterbury. Dalam dirinya mengalir arus Mistisime, dan iman merupakan masalah utama baginya. Ada tiga karyanya yaitu Monologium yang membicarakan keadaan Tuhan, Proslogium yang berisi tentang dalil-dalil adanya Tuhan, dan Cur Deus Homo yang berisi ajarannya tentang tobat dan petunjuk mengenai penyelamatan melalui Kristus.
       Ia berpendapat semua makhluk memiliki sejumlah kebaikan itu menunjukkan adanya kebaikan Mahatinggi yang disana semua makhluk berpartisipasi. Tuhan itu kebesarannya tidak terpikirkan (kebesarannya Mahabesar). Itu tidak mungkin hanya ada dalam pikiran. Ia juga ada dalam kenyataan (jadi benar-benar diluar pikiran). Tuhan Mahabesar ada dalam pikiran dan ada juga diluar pikiran. Secara kasar argument ini mengajarkan bahwa apa yang dipikirkan, berarti objek ini benar-benar ada tidak mungkin ada sesuatu yang hanya ada didalam pikiran, tetapi diluar pikiran objek itu tidak ada.

       Tentang penyelamatan, ajarannya sama dengan Filsuf Abad Pertengahan lainnya:manusia celaka karena jatuhnya Adam, jatuhnya Adam memang karena dikehendaki oleh Tuhan, penyelamatan hanya diperoleh melalui Kristus.
3.        Thomas Aquinas (1225-1274).
       Thomas Aquinas lahir di Roccasecca, Italia, pada tahun 1225 dari keluarga Bangsawan baik Bapakanya maupun Ibunya. Melalui Gurunya, Albertinus Magnus, Aquinas belajar tentang alam, ia berfilsafat lebih empiris daripada orang-orang yang diikutinya. Dikatakan demikian karena ia lebih banyak menggunakan observasi terhadap alam dalam menopang argument-argumennya. Sekalipun demikian, kita tidak dapat mengatakan bahwa Aquinas menganggap bahwa penjelasan Naturalis lebih tinggi dari pada atau setingkat dengan penjelasan Metafisika. Dalam hal Kosmologi ia masih menganut Hipotesis Geosentris.
Dalam seluruh teorinya mengenai pengetahuan, Aquinas dibimbing oleh pandangannya bahwa pikir (reson)dan iman adalah tidak bertentangan. Akan tetapi, dimana batas kedua-duanya? Menurut pendapatnya, semua objek yang tidak dapat diindera tidak akan dapat diketahui secara pasti oleh akal. Oleh karena itu, kebenaran ajaran Tuhan tidak mungkin dapat diketahui dan diukur dengan akal. Kebenaran ajaran  Tuhan diterima dengan iman. Sesuatu yang tidak dapat diteliti dengan akal adalah objek iman. Pengetahuan yang diterima atas dasar iman tidaklah lebih rendah daripada pengetahuan yang diperoleh dengan akal. Paling tidak, kebenaran yang diterima oleh akal tidak akan bertentangan dengan ajaran wahyu.

       Selanjutnya Aquinas mengajarkan seharusnya kita menyeimbangkan akal dan iman, akal membantu membangun dasar-dasar filsafat Kristen. Akan tetapi, harus selalu disadari bahwa hal itu tidak selalu dapat dilakukan karena kanl terbatas. Akal tidak dapat memberikan penjelasan tentang kehidupan kembali (resurrection) dan penebusan dosa. Akal juga tidak mampu membuktikan kenyataan esensisal tentang keimanan Kristen. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa dogma-dogma Kristen itu tepat sebagaimana telah disebutkan dalam firman-firman Tuhan.

       Berdasarkan uraian itu kita dapat mengetahui adanya dua jalur pengetahuan dalam filsafat Aquinas. Jalur itu ialah jalur akal yang dimulai dari manusia dan berakhir pada Tuhan. Dan yang kedua adalah jalur Tuhan ialah jalur iman yang dimulai dari Tuhan (wahyu), didukung oleh akal.



[1] Prof Dr Ahmad Tafsir, Filsafat Umum(Bandung: PT. Rosdakarya) hal 67.
[2] Ibid Hal 68.

[3] Drs. Tasmuji M.Ag, SejarahFilsafat Aliran, ( Surabaya: alpha grafika) hal 65.
[4] Ibid hal 66.                                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate