Kamis, 20 Juni 2013

Konsep Hulul Al-Hallaj Dalam Prespektif Filsafat Tasawuf



BAB I
PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang
Lahirnya paham ittihad merupakan akibat dari adanya paham fana’ dan baqa’. Oleh karena itu maka paham hulul tidak bisa dipisahkan dari adanya paham fana’ dan baqa’. Jika fana’ telah membuat Abu Yazid Al-Bustami sampai pada pendapat tentang terjadinya ittihad, maka kepada seorang sufi lain yaitu Al Hallaj, hal tersebut mendorongnya sampai pada pendapat tentang terjadinya hulul.
Dari lirik syair Al-Hallajlah dapat diketahui konsep Hulul yang menyatakan penyatuan sifat ketuhanan dengan sifat kemanusiaan. Pada dasarnya, antara Ittihad, Hulul, dan Wihdatul wujud itu sama, yaitu sama-sama memberikan pengertian bahwa Tuhan dapat bersatu dalam tubuh manusia di saat sifat-sifat buruk manusia telah lenyap. 
2.    Rumusan Masalah
a.         Bagaimana asal-usul tokoh Al-Hallaj?
b.        Apa saja karya yang dimiliki Al-Hallaj?
c.         Bagaimana pemikiran Al-Hallaj mengenai dunia tasawuf? 
3.    Tujuan
a.         Menjelaskan biografi Al-Hallaj.
b.        Memberikan informasi tentang karya-karya yang dimiliki Al-Hallaj.
c.         Menjelaskan pemikiran Al-Hallaj.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi
Nama lengkapnya adalah Abu al-Mugis al-Husain bin Mansur bin Muhammad al-Baidawi. Ia lebih dikenal dengan sebutan Al-Hallaj sebuah gelar karena kemampuannya berbicara tentang sufi. Al-Hallaj lahir pada tahun 244 H/855 M, di Tur dekat Al-Baida di Persia. Ada yang mengatakan bahwa Al-Hallaj berasal dari keturunan Abu Ayyub, sahabat Rasulullah.[1] Sebelum umur 12 tahun, ia telah menghafal Al-Qur’an dan menekuni pendidikan sufi antara tahun 873-897 dengan orang-orang sufi yang terkenal. Pada usia 16 tahun, ia berguru pada Sahl bin Abdullah al-Tusturi merupakan tokoh sufi yang terkenal pada abad ketiga Hijriah. Pendidikan dilanjutkan ke Basra dan berguru pada Amru bin Usman al-Maliki. Di Basra ini al-Hallaj menikah dengan Ummu al-Husain, putri dari Abu Ya’qub al-Aqta’i, seorang sufi.
Setelah itu Al-Hallaj pergi mengembara dari satu negeri ke negeri lain untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam ilmu tasawuf. Al-Hallaj pernah menuaikan ibadah Haji tiga kali. Pada tahun 895 M, dia melaksanakan haji pertama dan selama setahun di Mekkah diisi dengan berbagai macam ibadah yang mana ia mencoba melakukan caranya sendiri untuk bersatu dengan Tuhan. Dalam perjalanan dan pertemuannya dengan ahli-ahli sufi, timbullah pribadi dan pandangan hidupnya sendiri sehingga dalam usia 53 tahun ia telah menjadi pembicaraan ulama pada waktu itu karena paham tasawufnya yang berbeda dengan yang lain. Karena pahamnya itu, seorang ulama fiqh terkemuka, Ibnu Daud al-Isfahani mengeluarkan fatwa yang mengatakan bahwa ajaran Al-Hallaj sesat. Atas dasar fatwa tersebut Al-Hallaj dipenjara, tetapi setelah setahun di dalam penjara, dia melarikan diri dengan pertolongan seorang penjaga yang menaruh simpati kepadanya dan bersembunyi di Sus Khuzistan. Pada tahun 1913 H/301 M, dia ditangkap kembali dan dihadapkan ke pengadilan Baghdad. Pengadilan Al-Hallaj diadakan di bawah pengawasan menteri Ibnu Isa. Namun musuh Al-Hallaj tidak dapat membuktikan kezindiqannya sehingga bisa dihukum mati.[2] Dia dihukum bunuh dengan mula-mula dipukul dan dicambuk dengan cemeti, lalu disalib, sesudah itu dipotong kedua tangan dan kakinya, dipenggal lehernya dan ditinggalkan tergantung pecahan-pecahan tubuh itu di pintu gerbang kota Baghdad. Kemudian dibakar dan abunya dihanyutkan ke sungai Dajlah.   Dalam riwayat lain, dikatakan Al-Hallaj digantung, kepalanya dipenggal, dipecut seribu kali tanpa mengaduh kesakitan dan menerimnya dengan senyuman. Tapi sebelum dipancung, dia sembahyang dua rakaat. Kemudian kaki dan tangannya dipotong. Badannya digulung ke dalam tikar bambu, direndamkan ke naftah dan kemudian dibakar. Abu mayatnya dihanyutkan ke sungai, sedang kepalanya dibawa ke Khurasan untuk dipersaksikan oleh umat islam dan sejarahnya. Banyak versi lain yang mengemukakan proses hukuman Al-Hallaj.   
Al-Hallaj adalah seorang yang alim dalam ilmu agama Islam, orang yang hafal Al-Qur’an serta pemahamannya, menguasai ilmu fiqh, hadits dan tidak diragukan lagi keahliannya dalam ilmu tasawuf. Keahlian dan kepribadiannya yang demikian itu yang melahirkan sebuah karya-karya gemilang tidak kurang dari 47 buah. Sebagian karyanya adalah:
1.      Al-Ahruf Al-Muhaddasah wa Al-Azaliyah wa Al-Asma’ Al-Kuliyyah.
2.      Kitab Al-Usul wa Al-furu’.
3.      Kitab Sirr Al-‘Alam wa Al-Mab’us.
4.      Kitab Al-‘adl wa Al-tauhid. 
5.      Kitab ‘Ilm Al-Baqa’ wa Al-fana’.
6.      Kitab Madh Al-Nabi wa Masal Al-A’la.
7.      Kitab Huwa Hawa.
8.      Kitab Al-Tawasin.
Riwayat hidup Al-Hallaj yang berakhir dengan peristiwa tragis telah banyak  mendapatkan perhatian para ulama dan pengamat tasawuf. Inti sari ajaran tasawuf Al-Hallaj terletak pada tiga persoalan pokok, yaitu: Hulul, Haqiqat Muhammadiyah, dan Wahdah al-Adyan.

B.                             Pemikiran Al-Hallaj

a.      Hulul
Banyak para ulama yang berbeda pendapat tentang hakikat ajaran Hulul Al-Hallaj. Al-Taftazani telah berusaha menyimpulkan bahwa hululnya Al-Hallaj bersifat majazi, tidak dalam pengertian yang sesungguhnya. Paham hulul Al-Hallaj, menurut Al-Taftazani merupakan perkembangan dan bentuk lain dari paham ittihad yang diajarkan oleh Abu Yazid. Sebenarnya antara ittihad dan hulul terdapat perbedaan. Dalam ittihad, diri Abu Yazid hancur dan yang ada hanya Allah, sedang dalam hulul hanya diri Al-Hallaj yang tidak hancur.  Dalam paham ittihad, yang dilihat hanya satu wujud, sedang dalam paham hulul ada dua wujud, tetapi bersatu dalam satu tubuh.
Menurut Al-Hallaj Allah itu mempunyai dua sifat dasar, yaitu sifat ketuhanan (Lahut) dan sifat kemanusiaan (Nasut).[3] Demikian juga dengan manusia, mempunyai sifat kemanusian (Nasut) dan mempunyai sifat ketuhanan (Lahut) dalam dirinya. Paham Al-Hallaj ini dapat dilihat dari tafsirannya mengenai kejadian Adam dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 34: Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat; sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur; dan ia termasuk golongan orang-orang kafir. (QS.2:34).
Allah memberikan perintah kepada malaikat untuk sujud kepada Adam karena pada diri Adam, Allah menjelma sebagaimana Dia menjelma (hulul) dalam diri ‘Isa a.s.[4] Allah swt menjelma dalam diri Adam, berarti Allah menjadikan Adam sesuai dengan bentuk-nya. Dengan adanya paham ini dapat berpangkal pada hadits yang berpengaruh besar bagi kaum sufi: “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam sesuai dengan bentukNya.” Paham ini lebih jelas kelihatan dalam gubahan syairnya tentang:  

            Maha Suci Zat yang menyatakan nasutNya
Dengan lahutNya, yang cerlang seiring bersama
Lalu dalam makhlukNya pun tampak nyata
Bagai si peminum serta si pemakan tampak sosokNya
Hingga semua makhluknya melihatNya
Bagai bertemunya dua kelopak mata.[5]
Menurut paham tasawuf Al-Hallaj, dalam diri manusia terdapat sifat ketuhanan dan dalam diri Tuhan terdapat sifat kemanusiaan. Agar manusia dapat bersatu dengan Tuhan, ia harus terlebih dahulu menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan melalui fana’. Kalau sifat-sifat kemanusian telah hilang dari dirinya dan yang tinggal hanya sifat ketuhanan, maka di situlah Tuhan dapat mengambil tempat (hulul) dalam dirinya. Antara roh Tuhan dan roh manusia dapat bersatu dalam tubuh manusia. Dalam gubahan syair Al-Hallaj mengungkapkan:
            Padu sudah rohMu dengan rohKu jadi Satu
            Bagai khamar dan air bening terpadu Satu
            Dan jika sesuatu menyetuhMu, tersentuhlah aku
            Karena itu Kau, dalam segala hal, adalah aku.[6]
Dari syair-syair diatas tampak jelas bahwa Al-Hallaj membawa konsep hulul. Yang dimaksud hulul diatas ialah penyatuan sifat ketuhanan dengan sifat kemanusian. Adapun menurut istilah tasawuf, Hulul merupakan suatu paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.[7] Menurut Al-Hallaj, dengan cara inilah seorang sufi bisa bersatu dengan Tuhan. Jadi ketika Al-Hallaj berkata:Ana al-Haqq (Aku adalah Tuhan)  bukan roh Al-Hallaj yang mengucapkan kata tersebut melainkan roh Tuhan yang mengambil tempat pada diri Al-Hallaj. Al-Hallaj sebenarnya tidak mengakui dirinya Tuhan, sehingga dengan ucapan atau peryataannya tidak dapat diterima oleh sufi dari aliran sunni dan ia dituduh sebagai orang yang Murtad dan dihukum mati.

b.      Haqiqah Muhammadiyah
Menurut Al-Hallaj Haqiqah Muhamadiyah atau Nur Muhammad merupakan sumber dari segala sesuatu, segala kejadian, segala amal perbuatan dan ilmu pengetahuan. Al-Hallajlah yang memulai menyatakan bahwa kejadian alam bermula dari Haqiqah Muhamadiyah atau Nur Muhammad. Dengan adanya Nur Muhammad ini dapat berpusat pada satu kesatuan alam dan pusat kesatuan Nubuwat segala nabi. Segala macam ilmu, hikmat dan nubuwat adalah pancaran belaka dari sinarnya.
Menurut Al-Hallaj Nur Muhammad itu ada dua rupa. Rupa pertama, bersifat qadim dan azali yang sudah terjadi sebelum terjadinya segala yang ada ini. Rupa kedua sebagai manusia, sebagai seorang Rasul dan Nabi yang diutus Tuhan. Rupanya sebagai manusia akan mengalami maut, tetapi rupanya yang qadim akan tetap ada meliputi alam ini.

c.       Wahdah Al-Adyan
Di samping ide Hulul dan Nur Muhammad yang qadim. Al-Hallaj juga mengemukakan pandangannya bahwa semua agama pada hakikatnya adalah satu, karena semuanya mempunyai tujuan yang sama yaitu, mengakui dan menyembah Allah, Tuhan semesta alam, Tuhan semua agama. Nama agama berbagai macam, ada agama Islam, Yahudi, Kristen dan lainnya, semua itu hanyalah perbedaan nama, namun hakikatnya adalah satu. Semua agama yang namanya berbeda-beda merupakan jalan menuju Allah. Orang yang memilih suatu agama atau lahir dalam lingkungan keluarga yang menganut salah satu agama yang berbagai macam itu bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi telah ditentukan atau sudah ditakdirkan oleh Allah. Dan begitu juga ibadah (ritual) yang berbeda warna dan cara, isinya hanya satu ialah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pada hari ini orang boleh saja beribadah dalam masjid, dalam gereja, dalam pura dan seterusnya, karena tempat-tempat itu merupakan tempat menyembah Allah. Untuk itu menurut Al-Hallaj tidak perlu seorang menganggap agama yang dianutnya yang paling benar, tidak perlu seorang mencela agama lain karena agama itu semua benar karena adalah agama Allah, memeluk sesuatu agama adalah berdasarkan takdir Allah. Tidak perlu bersengketa karena agama, tetapi yang penting setiap pemeluk agama memperdalam agamanya masing-masing.
Paham Wahdah al-adyan (kesatuan semua agama) ini muncul sebagai konsenkuensi dari paham Nur Muhammad. Pendapat Al-Hallaj tentang qadimnya Nur Muhammad telah mendorong untuk berkesimpulan bahwa sumber semua agama adalah satu. Agama-agama tersebut diberikan kepada manusia bukan atas pilihannya sendiri, tetapi dipilihkan untuknya.[8]



 BAB III
PENUTUP
1.     Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Al-Hallaj merupakan tokoh sufi yang lahir di Persia. Dinamai Al-Hallaj karena pekerjaannya sebagai penenun. Dengan kecerdasan dan kecerdikannya ia mampu menghafal Al-Qur’an pada usia 12 tahun dan menekuni pendidikan antara tahun 873-897 M. Hingga Al-Hallaj mempunyai suatu paham yang dianggap menyeleweng dari tokoh-tokoh tasawuf yang lainnya. dengan paham yang dianggap nyeleweng tersebut ia ditangkap dan mendapat siksa hukuman mati dibawah Ibnu Isa.
Untuk pemikiran Al-Hallaj lebih pada pemikiran Hulul, Haqiqah Muhammadiyah dan wahdah al-adyan. Hulul sendiri dapat dikatakan lanjutan dan mempunyai hubungan dari konsep pemikirannya Abu Yazid al-Bustami mengenai fana’, baqa, dan ittihad. Ittihad merupakan akibat dari adanya fana’ dan baqa, sedangkan hulul tidak dapat dipisahkan dari adanya paham fana’ dan baqa’.Haqiqah muhammadiyah disini dapat dikatakan sebagai sumber dari segala sesuatu yang ada dan Al-Hallajlah yang menyatakan bahwa kejadian alam terletak pada haqiqah muhammadiyah. Untuk wahdah al-adyan ini lebih pada proses untuk menyatukan agama meski didunia ini terdapat berbagai macam agama.
  
2.      Saran
Kami menghimbau kepada teman-teman seperjuangan untuk mencari lebih luas lagi tentang Tasawuf Al-Hallaj yang belum dapat kami bahas pada makalah ini. Demikian yang kami uraikan pada makalah ini. Mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi kami dan yang mengkaji makalah ini. Dalam pembuatan makalah ini pasti banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi penyempurnaan penulisan karya ilmiah yang akan datang.




 DAFTAR PUSTAKA
Asmaran. 1996. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Solihin, Muhammad dan Rosihon Anwar. 2011.  Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka  Setia.
Tamrin, Dahlan. 2010. Tasawuf Irfani. Malang: UIN-Maliki Press.
Ensiklopedi Islam. 1993. Jakarta: Anda Utama.


[1]Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 304.
[2]Ensiklopedi Islam, (Jakarta:  Anda Utama, 1993)
[3]Dahlan Tamarin, Tasawuf Irfani, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), 77
[4]Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, 309
[5]Ibid,. 310
[6]Ibid,. 310
[7]Muhammad Solihin dan Rosihin Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 166
[8]Ibid., 315

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate