BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Lahirnya paham ittihad merupakan akibat dari adanya paham
fana’ dan baqa’. Oleh karena itu maka paham hulul tidak bisa dipisahkan dari
adanya paham fana’ dan baqa’. Jika fana’ telah membuat Abu Yazid Al-Bustami
sampai pada pendapat tentang terjadinya ittihad, maka kepada seorang sufi lain
yaitu Al Hallaj, hal tersebut mendorongnya sampai pada pendapat tentang
terjadinya hulul.
Dari lirik syair Al-Hallajlah dapat diketahui konsep
Hulul yang menyatakan penyatuan sifat ketuhanan dengan sifat kemanusiaan. Pada
dasarnya, antara Ittihad, Hulul, dan Wihdatul wujud itu sama, yaitu sama-sama
memberikan pengertian bahwa Tuhan dapat bersatu dalam tubuh manusia di saat
sifat-sifat buruk manusia telah lenyap.
2.
Rumusan
Masalah
a.
Bagaimana asal-usul
tokoh Al-Hallaj?
b.
Apa saja karya yang
dimiliki Al-Hallaj?
c.
Bagaimana pemikiran
Al-Hallaj mengenai dunia tasawuf?
3.
Tujuan
a.
Menjelaskan biografi
Al-Hallaj.
b.
Memberikan informasi
tentang karya-karya yang dimiliki Al-Hallaj.
c.
Menjelaskan pemikiran
Al-Hallaj.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Nama
lengkapnya adalah Abu al-Mugis al-Husain bin Mansur bin Muhammad al-Baidawi. Ia
lebih dikenal dengan sebutan Al-Hallaj sebuah gelar karena kemampuannya
berbicara tentang sufi. Al-Hallaj lahir pada tahun 244 H/855 M, di Tur dekat
Al-Baida di Persia. Ada yang mengatakan bahwa Al-Hallaj berasal dari keturunan
Abu Ayyub, sahabat Rasulullah.[1]
Sebelum umur 12 tahun, ia telah menghafal Al-Qur’an dan menekuni pendidikan
sufi antara tahun 873-897 dengan orang-orang sufi yang terkenal. Pada usia 16
tahun, ia berguru pada Sahl bin Abdullah al-Tusturi merupakan tokoh sufi yang
terkenal pada abad ketiga Hijriah. Pendidikan dilanjutkan ke Basra dan berguru
pada Amru bin Usman al-Maliki. Di Basra ini al-Hallaj menikah dengan Ummu
al-Husain, putri dari Abu Ya’qub al-Aqta’i, seorang sufi.
Setelah
itu Al-Hallaj pergi mengembara dari satu negeri ke negeri lain untuk menambah
pengetahuan dan pengalaman dalam ilmu tasawuf. Al-Hallaj pernah menuaikan
ibadah Haji tiga kali. Pada tahun 895 M, dia melaksanakan haji pertama dan
selama setahun di Mekkah diisi dengan berbagai macam ibadah yang mana ia
mencoba melakukan caranya sendiri untuk bersatu dengan Tuhan. Dalam perjalanan
dan pertemuannya dengan ahli-ahli sufi, timbullah pribadi dan pandangan
hidupnya sendiri sehingga dalam usia 53 tahun ia telah menjadi pembicaraan
ulama pada waktu itu karena paham tasawufnya yang berbeda dengan yang lain.
Karena pahamnya itu, seorang ulama fiqh terkemuka, Ibnu Daud al-Isfahani
mengeluarkan fatwa yang mengatakan bahwa ajaran Al-Hallaj sesat. Atas dasar fatwa
tersebut Al-Hallaj dipenjara, tetapi setelah setahun di dalam penjara, dia
melarikan diri dengan pertolongan seorang penjaga yang menaruh simpati
kepadanya dan bersembunyi di Sus Khuzistan. Pada tahun 1913 H/301 M, dia
ditangkap kembali dan dihadapkan ke pengadilan Baghdad. Pengadilan Al-Hallaj
diadakan di bawah pengawasan menteri Ibnu Isa. Namun musuh Al-Hallaj tidak
dapat membuktikan kezindiqannya sehingga bisa dihukum mati.[2]
Dia dihukum bunuh dengan mula-mula dipukul dan dicambuk dengan cemeti, lalu
disalib, sesudah itu dipotong kedua tangan dan kakinya, dipenggal lehernya dan
ditinggalkan tergantung pecahan-pecahan tubuh itu di pintu gerbang kota
Baghdad. Kemudian dibakar dan abunya dihanyutkan ke sungai Dajlah. Dalam riwayat lain, dikatakan Al-Hallaj
digantung, kepalanya dipenggal, dipecut seribu kali tanpa mengaduh kesakitan
dan menerimnya dengan senyuman. Tapi sebelum dipancung, dia sembahyang dua
rakaat. Kemudian kaki dan tangannya dipotong. Badannya digulung ke dalam tikar
bambu, direndamkan ke naftah dan kemudian dibakar. Abu mayatnya dihanyutkan ke
sungai, sedang kepalanya dibawa ke Khurasan untuk dipersaksikan oleh umat islam
dan sejarahnya. Banyak versi lain yang mengemukakan proses hukuman
Al-Hallaj.
Al-Hallaj
adalah seorang yang alim dalam ilmu agama Islam, orang yang hafal Al-Qur’an
serta pemahamannya, menguasai ilmu fiqh, hadits dan tidak diragukan lagi
keahliannya dalam ilmu tasawuf. Keahlian dan kepribadiannya yang demikian itu
yang melahirkan sebuah karya-karya gemilang tidak kurang dari 47 buah. Sebagian
karyanya adalah:
1. Al-Ahruf Al-Muhaddasah
wa Al-Azaliyah wa Al-Asma’ Al-Kuliyyah.
2. Kitab Al-Usul wa
Al-furu’.
3. Kitab Sirr Al-‘Alam wa
Al-Mab’us.
4. Kitab Al-‘adl wa
Al-tauhid.
5. Kitab ‘Ilm Al-Baqa’ wa
Al-fana’.
6. Kitab Madh Al-Nabi wa
Masal Al-A’la.
7. Kitab Huwa Hawa.
8. Kitab Al-Tawasin.
Riwayat
hidup Al-Hallaj yang berakhir dengan peristiwa tragis telah banyak mendapatkan perhatian para ulama dan pengamat
tasawuf. Inti sari ajaran tasawuf Al-Hallaj terletak pada tiga persoalan pokok,
yaitu: Hulul, Haqiqat Muhammadiyah, dan Wahdah al-Adyan.
B.
Pemikiran
Al-Hallaj
a.
Hulul
Banyak
para ulama yang berbeda pendapat tentang hakikat ajaran Hulul Al-Hallaj. Al-Taftazani telah berusaha menyimpulkan bahwa hululnya Al-Hallaj bersifat majazi, tidak dalam pengertian yang sesungguhnya. Paham hulul Al-Hallaj, menurut Al-Taftazani merupakan perkembangan dan
bentuk lain dari paham ittihad yang
diajarkan oleh Abu Yazid. Sebenarnya antara ittihad
dan hulul terdapat perbedaan. Dalam ittihad, diri Abu Yazid hancur dan yang
ada hanya Allah, sedang dalam hulul hanya
diri Al-Hallaj yang tidak hancur. Dalam
paham ittihad, yang dilihat hanya
satu wujud, sedang dalam paham hulul
ada dua wujud, tetapi bersatu dalam satu tubuh.
Menurut
Al-Hallaj Allah itu mempunyai dua sifat dasar, yaitu sifat ketuhanan (Lahut) dan sifat kemanusiaan (Nasut).[3]
Demikian juga dengan manusia, mempunyai sifat kemanusian (Nasut) dan mempunyai sifat ketuhanan (Lahut) dalam dirinya. Paham Al-Hallaj ini dapat dilihat dari
tafsirannya mengenai kejadian Adam dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 34: Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada
para malaikat; sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis;
ia enggan dan takabur; dan ia termasuk golongan orang-orang kafir.
(QS.2:34).
Allah
memberikan perintah kepada malaikat untuk sujud kepada Adam karena pada diri
Adam, Allah menjelma sebagaimana Dia menjelma (hulul) dalam diri ‘Isa a.s.[4]
Allah swt menjelma dalam diri Adam, berarti Allah menjadikan Adam sesuai dengan
bentuk-nya. Dengan adanya paham ini dapat berpangkal pada hadits yang
berpengaruh besar bagi kaum sufi: “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam sesuai
dengan bentukNya.” Paham ini lebih jelas kelihatan dalam gubahan syairnya
tentang:
Maha
Suci Zat yang menyatakan nasutNya
Dengan
lahutNya, yang cerlang seiring bersama
Lalu
dalam makhlukNya pun tampak nyata
Bagai
si peminum serta si pemakan tampak sosokNya
Hingga
semua makhluknya melihatNya
Bagai
bertemunya dua kelopak mata.[5]
Menurut
paham tasawuf Al-Hallaj, dalam diri manusia terdapat sifat ketuhanan dan dalam
diri Tuhan terdapat sifat kemanusiaan. Agar manusia dapat bersatu dengan Tuhan,
ia harus terlebih dahulu menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan melalui fana’. Kalau sifat-sifat kemanusian
telah hilang dari dirinya dan yang tinggal hanya sifat ketuhanan, maka di situlah
Tuhan dapat mengambil tempat (hulul)
dalam dirinya. Antara roh Tuhan dan roh manusia dapat bersatu dalam tubuh
manusia. Dalam gubahan syair Al-Hallaj mengungkapkan:
Padu
sudah rohMu dengan rohKu jadi Satu
Bagai
khamar dan air bening terpadu Satu
Dan
jika sesuatu menyetuhMu, tersentuhlah aku
Karena
itu Kau, dalam segala hal, adalah aku.[6]
Dari
syair-syair diatas tampak jelas bahwa Al-Hallaj membawa konsep hulul. Yang dimaksud hulul diatas ialah penyatuan sifat
ketuhanan dengan sifat kemanusian. Adapun menurut istilah tasawuf, Hulul
merupakan suatu paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia
tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan
yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.[7]
Menurut Al-Hallaj, dengan cara inilah seorang sufi bisa bersatu dengan Tuhan.
Jadi ketika Al-Hallaj berkata:Ana al-Haqq
(Aku adalah Tuhan) bukan roh Al-Hallaj
yang mengucapkan kata tersebut melainkan roh Tuhan yang mengambil tempat pada
diri Al-Hallaj. Al-Hallaj sebenarnya tidak mengakui dirinya Tuhan, sehingga dengan ucapan atau peryataannya tidak dapat
diterima oleh sufi dari aliran sunni dan ia dituduh sebagai orang yang Murtad
dan dihukum mati.
b.
Haqiqah
Muhammadiyah
Menurut
Al-Hallaj Haqiqah Muhamadiyah atau Nur Muhammad merupakan sumber dari
segala sesuatu, segala kejadian, segala amal perbuatan dan ilmu pengetahuan.
Al-Hallajlah yang memulai menyatakan bahwa kejadian alam bermula dari Haqiqah Muhamadiyah atau Nur Muhammad. Dengan adanya Nur Muhammad ini dapat berpusat pada
satu kesatuan alam dan pusat kesatuan Nubuwat
segala nabi. Segala macam ilmu, hikmat dan nubuwat adalah pancaran belaka dari
sinarnya.
Menurut
Al-Hallaj Nur Muhammad itu ada dua
rupa. Rupa pertama, bersifat qadim
dan azali yang sudah terjadi sebelum
terjadinya segala yang ada ini. Rupa kedua sebagai manusia, sebagai seorang
Rasul dan Nabi yang diutus Tuhan. Rupanya sebagai manusia akan mengalami maut,
tetapi rupanya yang qadim akan tetap
ada meliputi alam ini.
c.
Wahdah
Al-Adyan
Di samping ide Hulul dan Nur Muhammad
yang qadim. Al-Hallaj juga mengemukakan pandangannya bahwa semua agama pada
hakikatnya adalah satu, karena semuanya mempunyai tujuan yang sama yaitu,
mengakui dan menyembah Allah, Tuhan semesta alam, Tuhan semua agama. Nama agama
berbagai macam, ada agama Islam, Yahudi, Kristen dan lainnya, semua itu
hanyalah perbedaan nama, namun hakikatnya adalah satu. Semua agama yang namanya
berbeda-beda merupakan jalan menuju Allah. Orang yang memilih suatu agama atau
lahir dalam lingkungan keluarga yang menganut salah satu agama yang berbagai
macam itu bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi telah ditentukan atau sudah
ditakdirkan oleh Allah. Dan begitu juga ibadah (ritual) yang berbeda warna dan
cara, isinya hanya satu ialah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pada hari
ini orang boleh saja beribadah dalam masjid, dalam gereja, dalam pura dan
seterusnya, karena tempat-tempat itu merupakan tempat menyembah Allah. Untuk
itu menurut Al-Hallaj tidak perlu seorang menganggap agama yang dianutnya yang paling
benar, tidak perlu seorang mencela agama lain karena agama itu semua benar
karena adalah agama Allah, memeluk sesuatu agama adalah berdasarkan takdir
Allah. Tidak perlu bersengketa karena agama, tetapi yang penting setiap pemeluk
agama memperdalam agamanya masing-masing.
Paham Wahdah al-adyan (kesatuan
semua agama) ini muncul sebagai konsenkuensi dari paham Nur Muhammad. Pendapat
Al-Hallaj tentang qadimnya Nur Muhammad telah mendorong untuk berkesimpulan
bahwa sumber semua agama adalah satu. Agama-agama tersebut diberikan kepada
manusia bukan atas pilihannya sendiri, tetapi dipilihkan untuknya.[8]
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa Al-Hallaj merupakan tokoh sufi yang lahir di Persia. Dinamai Al-Hallaj
karena pekerjaannya sebagai penenun. Dengan kecerdasan dan kecerdikannya ia
mampu menghafal Al-Qur’an pada usia 12 tahun dan menekuni pendidikan antara
tahun 873-897 M. Hingga Al-Hallaj mempunyai suatu paham yang dianggap
menyeleweng dari tokoh-tokoh tasawuf yang lainnya. dengan paham yang dianggap
nyeleweng tersebut ia ditangkap dan mendapat siksa hukuman mati dibawah Ibnu
Isa.
Untuk pemikiran Al-Hallaj lebih pada pemikiran
Hulul, Haqiqah Muhammadiyah dan wahdah al-adyan. Hulul sendiri dapat dikatakan
lanjutan dan mempunyai hubungan dari konsep pemikirannya Abu Yazid al-Bustami
mengenai fana’, baqa, dan ittihad. Ittihad merupakan akibat dari adanya fana’
dan baqa, sedangkan hulul tidak dapat dipisahkan dari adanya paham fana’ dan
baqa’.Haqiqah muhammadiyah disini dapat dikatakan sebagai sumber dari segala
sesuatu yang ada dan Al-Hallajlah yang menyatakan bahwa kejadian alam terletak
pada haqiqah muhammadiyah. Untuk wahdah al-adyan ini lebih pada proses untuk
menyatukan agama meski didunia ini terdapat berbagai macam agama.
2.
Saran
Kami
menghimbau kepada teman-teman seperjuangan untuk mencari lebih luas lagi
tentang Tasawuf Al-Hallaj yang belum dapat kami bahas pada makalah ini.
Demikian yang kami uraikan pada makalah ini. Mudah-mudahan dapat memberi
manfaat bagi kami dan yang mengkaji makalah ini. Dalam pembuatan makalah ini
pasti banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan
demi penyempurnaan penulisan karya ilmiah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Asmaran. 1996. Pengantar
Studi Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Solihin,
Muhammad dan Rosihon Anwar. 2011. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
Tamrin, Dahlan.
2010. Tasawuf Irfani. Malang: UIN-Maliki
Press.
Ensiklopedi Islam. 1993. Jakarta: Anda Utama.
[1]Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996), 304.
[2]Ensiklopedi Islam, (Jakarta:
Anda Utama, 1993)
[3]Dahlan Tamarin, Tasawuf Irfani, (Malang: UIN-Maliki
Press, 2010), 77
[4]Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, 309
[5]Ibid,. 310
[6]Ibid,. 310
[7]Muhammad Solihin dan
Rosihin Anwar, Ilmu Tasawuf,
(Bandung: Pustaka Setia, 2011), 166
[8]Ibid., 315
Tidak ada komentar:
Posting Komentar