Jumat, 06 Juli 2012

Kiai












Dinasti Safawiyah


DINASTI SAFAWIYAH



PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Setelah khilafah Abbasiyah yang berpusat di Baghdad runtuh akibat dari serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis dan signifikan. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang mana antara satu kerajaan dengan kerajaan lain saling memerangi sehingga menambah menurunnya persatuan umat Islam. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat dari serangan bengsa Mongol tersebut. Namun tidak hanya itu, bangsa Mongol juga menghancurkan pusat-pusat kekuasaan islam yang lain.
Keadaan politik atau kekuasaan Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar. Hal itu merupakan sebauah akibat dan respon atas terjadinya perpecahan atas umat Islam. Tiga kerajaan besar tersebut yakni : Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Ketiga kerajaan tersebut masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda. Dalam hal ini titik fokus terdapat pada kerajaan Safawi di Persia karena kerajaan tersebut berdiri diantara dua kerajaan besar yakni kerajaan Usmani dan Mughal. Kerajaan Safawi juga memiliki sebuah karakteristik peradaban dan kemajuan yang menjadi ciri khasnya. Sehingga menarik untuk dikaji lebih lanjut lagi.


 B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana berdirinya kerajaan Safawi ?
2.      Kejayaan dalam bidang apa sajakah yang diraih oleh kerajaan Safawi?




PEMBAHASAN
A.     Sejarah berdirinya kerajaan Safawi
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kerajaan Safawi berdiri diantara dua kerajaan besar yakni kerajaan Usmani di Turki dan Kerjaan Mughal di India. Menurut sejarah bahwa kerajaan yang pertama berdiri sebelum adanya kerajaan Safawin yakni kerajaan Usmani di Turki. Ketika kerajaan Usmani mengalami puncak kejayaan, kerajaan Safawi di Persia baru berdiri. Kerajaan ini berkembang dengan cepat, namun dalam perkembangannya kerajaan Safawi sering mengalami pergesekan dengan kerajaan Usmani.
Berbeda dari dua kerajaan besar Islam lainnya (Usmani dan Mughal), kerajaan Syafawi menyatakan, Syi’ah sebagai mashab negara. Karena itu, kerajaan ini dapat dianggap sebagai peletak dasar terbentuknya negara Iran dewasa ini.[1]
Dinasti Safawiah merupakan kerajan islam di Persia yang cukup besar. Awalnya kerajaan Safawi berasal dari gerakan terekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Terekat ini diberi nama terekat Safawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Shafi Ad-Din (1252-1334 M), dan nama Safawi itu terus dipertahankan sampai terekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan.
Shafi Ad-Din berasal dari keturunan dari orang yang berda dan memilih sufi sebagai jalan kehidupannya. Shafi Ad-Din merupakan keturunan dari Imam Syi’ah yang keenam yakni Musa Al-Kazim. Guru dari Shafi Ad-Din  bernama Syekh Tajjudin Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang terkenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Berkat ketekunan Shafi Ad-Din dalam mendalami terekat yang dianutnya maka Shafi Ad-Din diambil mantu oleh gurunya yakni Zahid Al-Gilani. Shafi Ad-Din mendirikan terekat Safawiyah setelah ia menggantikan gurunya dan sekaligus mertuanya yang telah wafat pada tahun  1301 M.
Pada mulanya tarekat safawiyah bertujuan untuk memerangi orang ingkar dan ahli bid’ah. Terekat yang dipimpin oleh Shafi Ad-Din ini semakin penting terutama setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal kemudian menjadi gerakan kenamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria, dan Anatolia. Di negeri-negeri luar Ardabil, Shafi Ad-Din menempatkan seorang wakil untuk memimpin murid-muridnya. Para wakil tersebut di beri nama Khalifah.
Suatu ajaran agama yang dipegang secara fanatik biasanya kerap kali menimbulkan keinginan di kalangan ajaran itu untuk berkuasa. Oleh karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain Syi’ah.[2]
Kecenderungan memasuki dunia politik secara kongkrit tamnpak pada masa kepemimpinan Junaid (1447-1460 M). Dinasti Safawi memperluas  geraknya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Perluasaan ini menimbulkan konflik antara Jinaid dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangss Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik tersebut Junaid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan  dari penguasa Diyar Bakr, AK Koyunlu (domba putih), juga suatu suku bangsa Turki.
Selama pengasingan, Junaid tidak tinggal dia, ia justru dapat menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan. Ia juga berhasil mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan.
Anak Junaid yakni Haidar ketika itu masih kecil dalam asuhan Uzun Hasan. Oleh karena itu, kepemimpinan gerakan Safawi baru dapat diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470 M. Hubungan Haidar dengan Huzun Hasan semakin erat setelah Haidar mengawini salah seorang putri Uzun  Hasan. Dari perkawinan ini lahirlah Ismail yang kemudian hari menjadi pendiri kerajaan Safawi di Persia.
Haidar membuat perlambang baru dari pengikut tarekatnya, yaitu serban merah yang menpunyai 12 jambul, sebagai lambang dari 12 imam yang diagungkan dalam mazhab Syi’ah Itsna Asyariah.[3]
Gerakan Militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar di pandang sebagai rival politik oleh AK Koyunlu setelah ia menang dari Kara Koyunlu (1476 M). Karena itu, ketika Safawimenyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Koyunlu mengirimkan bantuanmiliter kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan ia terbunuh.
Ali, putera dan pengganti Haidar, didesak bala tentaranya untuk menuntut balas ataskematian ayahnya, terutama terhadap AK Koyunlu. Akan tetapi Ya’kub pemimpin AK Koyunlu menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail dan ibunya di Fars (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putera mahkota AK Koyunlu dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah dapatdikalahkan, Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Namun, tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara dan Ali terbunuh (1494 M)Periode selanjutnya, kepemimpinan gerakan Safawi di serahkan pada Ismail. Selama 5 tahun, Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan untuk menyiapkan pasukan dan kekuatan. Pasukan yang di persiapkan itu diberi nama Qizilbash (baret merah).
Pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash dibawah pimpinan Ismail menyerang dan mengalahkan AK Koyunlu (domba putih) di sharur dekat Nakh Chivan. Qizilbash terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, yakni ibu kota AK Koyunlu dan akhirnya berhasil dan mendudukinya. Di kota Tabriz Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga Ismail I
Ismail I berkuasa kurang lebih 23 tahun antara 1501-1524 M. Pada sepuluh tahun pertama ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, Buktinya ia dapat menghancurkan sisa-sisa kekuatan AK Koyunlu di Hamadan (1503 M), menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M) Baghdad dan daerah Barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan. Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur.
Tidak hanya sampai disitu, ambisi politik mendorongnya untuk terus mengembangkan sayapnya menguasai daerah-daerah lainnya, seperti Turki Usmani. Namun, ismail bukan hanya menghadapi musuh yang sangat kuat, tetapi juga sangat membenci golongan Syi’ah. Perangan dengan Turki Usmani terjadi pada tahun 1514 M di Chaldiran, dekat Tabriz. Karena keunggulan organisasi militer kerajaan Usmani, dalam peperangan ini Ismail Imengalami kekalahan, malah Turki Usmani di bawah pimpinan Sultan Salim dapat menduduki Tabriz. Kerajaan Safawi terselamatkan dengan pulangnya Sultan Usmani ke Turki karena terjadi perpecahan di kalangan militer Turki di negrinya.[4]
Kekalahan tersebut meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri Ismail. Akibatnya, kehididupan Ismail I berubah menjadi  senang menyendiri, menempuh hidup berhura-hura dan berburu. Keadaan seperti menimbulkan dampak negatif bagi kerajaan Safawi, yaitu terjadinya persaingan segitiga antara pimpinan suku-suku Turki, pejabat-pejabat keturunan Persia, dan Qizilbash dalam merebut pengaruh untuk memimpin kerajaan Safawi.[5]
Rasa permusuhan dengan kerajaan Usmani terus berlangsung sepeninggal Ismail. Peperangan-peperangan antara dua kerajaan besar islam ini terjadi beberapa kali pada saja zaman pemerintahan Tahmasp I (1524-1576M), Ismail II (1576-1577M), dan Muhammad Khudabanda (1577-1587M). Pada masa tiga raja tersebut, kerajaan Safawi dalam keadaan lemah. Di samping karena sering terjadi peperangan melawan karajaan Usmani yang lebih kuat, juga karena sering terjadi pertentangan antara kelompok-kelompok di dalam negeri.
Kondisi memprihatinkan ini baru bisa diatasi oleh raja Safawi yang kelima, yakni Abbas I, naik tahta dari tahun 1588 sampai dengan tahun 1628 M. Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I dalam rangka untuk memulihkan kerajaan Safawi ialah : pertama, berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan cara membentukpasukan baru yang anggotanya terdiri dari budak-budak, berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia yang telah ada sejak  raja Tahmashp I., kedua, mengadakan perjanjian ini, Abbas I terpaksa harus menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia, dan sebagian wilayah Luristan. Disamping itu, Abbas I berjanji tidak akan menghina tiga Khalifah pertama dalam Islam dalam kotbah-kotbah Jum’at. Sebagai jaminan atas syarat-syarat itu, ia menyerahkan saudara sepupunya, Haidar Mirza sebagai sandera di Istambul.
Usaha-usaha yang dilakukan Abbas I tersebut berhasil membuat kerajan Safawi kuat kembali. Setelah itu, Abbas I mulai memusatkan perhatianya kepada ke luar negeri dengan berusaha merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaannya yang hilang. pada tahun 1602 M, di saat Turki Usmani berada di bawah Sultan Muhammad III, pasukan Abbas I menyerang dan berhasil mengguasai Tabriz, Sirwan, dan Tiflis dapat dikuasai tahun 1605-1606 M. Selanjutnya, pada tahun 1622 M pasukan Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Bandar Abbas.
Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajan Safawi. Secara politik, ia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilyah yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada masa kerajaan sebelumnya.
B.     Kemajuan Peradaban Dinasti Safawi
Masa kemajuan dan kejayaan dinasti Shafawi tidak langsung terwujud pada saat dinasti berdiri di bawah kepemimpinan Syakh Ismail, dinasti pertama(1501-1524 M). Dinasti Shafawi baru mencapai puncak kejayaan pada masa kekuasaan Abbas I. Secara politik, ia mampu mengatasi berbagai kemelut didalam negeri yang mengganggu stabilitas. Negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada masa raja-raja sebelumnya.
Kemajuan yang dicapai kerajaan safawi tidak hanya terbatas di bidang politik. Akan tetapi di bidang yang lain pun, kerajaan ini juga mengalami berbagai kemajuan. Kemajuan-kemajuan itu adalah antara lain sebagai berikut:
1.        Bidang Ilmu Pengetahuan
Dalam Sejarah Islam bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang memiliki peradaban yang tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pada masa kerajaan Safawi tradisi keilmuan ini masih berlanjut.
Beberapa tokoh ilmuwan yang terkenal antara lain : Bahauddin Syaerazi seorang generalis ilmu pengetahuan., Muhammad Baqir bin Muhammad Damad seorang filosof ahli sejarah, teolog, dan seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah. Dalam bidang ilmu pengetahuan dan sains, Safawiyah lebih maju dari kerajaan lainnya pada masa yang sama.
2.        Bidang Ekonomi
Keberadaan stabilitas politik kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memaci perkembangan perekonomian. Terlebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya Bandar ini maka salah satu jalur dagang laut antara timur dan barat yang biasa di perebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan Safawi.
Disamping bidang perdagangan, kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan dalam sektor pertanian terutama di daerah Sabit Subur (Fortile Cresent).[6]
3.        Bidang Arsitektur
Penguasa kerajan Safawi telah berhasil menciptakan Isfahan menjadi ibukota kerajaan menjadi kota yang sangat indah. Di kota Isfahan ini berdiri bangunan-bangunan besar dengan arsitektur bernilai tinggi dan indah seperti masjid, rumah sakit, sekolah, jembatan raksasa di atas Zende Rud, dan istana Chihil Sutun. Disebutkan dalam kota Isfahan terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum.
Dalam bidang kesenian, kemajuan tampak begitun kentara dalam gaya arsitektur bangunan-bagunannya, seperti terlihat pada masjid Shah yang dibangun tahun 1611 M, dan masjid Syaikh Lutfillah yang dibangun tahun 1603 M.
4.        Bidang Kesenian
Kerajaan Safawi mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam bidang seni, antara lain dalam bidang kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar,dan benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak zaman Tahmaps I. Raja Ismail I pada tahun 1522 M membawa seorang pelukis timur ke Tabriz. Pelukis itu bernama Bizhad. Demikianlah puncak kemajuan yang dicapai oleh kerajaan Safawi. Setelah itu, kerajaan ini mulai mengalami gerak menurun. Kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang disegani oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang politik dan militer. Walaupun tidak setaraf dengan kemajuan Islam di masa klasik, kerajaan ini telah memberikan kontribusinya mengisi peradaban Islam melalui kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan,  peninggalan seni, dan gedung-gedung bersejarah.
5.        Bidang Tarekat
Sebagaimana diketahui bahwa cikal bakal kerajaan Safawi adalah dari gerakan sufistik, yaitu gerakan tarekat. Oleh karena itu, kemajuan di bidang terakat pun cukup maju. Bahkan gerakan terekat pada masa ini tidak hanya berpikir dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam politik dan pemerintahan.
Beberapa kemajuan dalam bidang peradaban pada masa Dinasti Safawiyah telah mengalami beberapa kemajuan. Setelah itu, kerajaaan ini mengalami masa-masa kemunduran. Kemajuan yang pernah dicapai membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar di kalangan umat Islam pada masa itu yang disegani oleh kekuatan negara lain, terutama dalam bidang politik dan militer. 
Sekalipun Dinasti Safawiyah tidak setaraf dengan kmajuan yang pernah dicapai Islam pada masa klasik, tetapi kerajaan ini telah memberikan sumbangan kontribusi yang cukup besar dalam bidang peradaban melalui kemajuan-kemajuan di bidang ilmu pengetahuan ekonomi, arsitektur, kesenian, dan terekat.  




Kesimpulan
Dinasti Safawiyah merupakan kerajan Islam di Persia yang cukup besar. Awalnya kerajaan Safawi ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota Azerbaijan. Terekat ini diberi nama Safawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Shafi Ad-Din (1252-1334 M), dan nama Safawi itu terus dipertahankan sampai terekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan yang besar, yakni kerajaan Safawi.
Sebagai salah satu dari tiga kerajaan besar (Turki Usmani, Safawi, Mughal), Dinasti Safawiyah mencapai puncak kemajuan yang cukup berarti dan cukup berpengaruh di dunia Islam pada masa itu, tidak hanya terbatas dalam bidang politik tetapi kamajuan dalam berbagai bidang. Beberapa kamajuan tersebut antara lain :
·                Bidang Ilmu Pengetahuan
·                Bidang Ekonomi
·                Bidang Arsitektur
·                Bidang Kesenian
·                Bidang Tarekat
Sekalipun Dinasti Safawiyah tidak setaraf dengan kemajuan yang pernah dicapai Islam pada masa klasik, akan tetapi kerajaan ini telah mamberikan sumbangan kontribusi yang cukup besar dalam bidang peradaban melalui kejayaan-kejayaannya.





 DAFTAR PUSTAKA

Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH
Nurhakim, Moh. 2004. Sejarah & Perdaban Islam. Malang: UMM Press



[1] Badri Yatim,Sejarah Peradaban Islam(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada),2008 hal 138
[2] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam(Jakarta:AMZAH),2010 HAL188
[3] Ibid., hal 189
[4] Badri Yatim,Sejarah peradaban Islam(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada),2008 hal142
[5] Ibid., Hal 142
[6] Badri Yatim,Sejarah peradaban Islam(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada),2008 hal144

Translate