Filsafat Muhammad Iqbal
A.
Biografi
Muhammad Iqbal yang
dikenal sebagai penyair (filsuf, ahli hukum, pemikir politik, dan reformis
muslim adalah seorang tokoh dominan umat islam abad ke-20) lahir pada bulan
Dzulhijjah 1289 H, atau 22 Februari 1873 di Sialkot. Nenek moyangnya adalah
orang-orang Brahmana Kasymir dan telah memeluk agama islam 3abad sebelum
kelahiran Iqbal.
Jenjang pendidikannya
dimulai dengan memasuki Sekolah Dasar dan Menengah di Sialkot dan giat belajar
agama dari seorang ulama bernama Mir Hasan ia pun mulai semangat
menghirup semangat keislamannya. Kemudian ia melanjutkan pelajarannya ke Governement
College di Lahore disana ia bertemu dengan Thomas Arnold dan ia
mulai mengenal filsafat barat. Pada 1905 Iqbal berangkat ke Eropa untuk memperdalam
filsafat dan hukum, filsafat dipelajari di Cambridge University London dan
kuliah hukum diikutinya di Lincoln’s Inn London. Kemudian diteruskannya lagi di
Universitas Munchen Jerman Barat, di sinilah ia mendapat gelar Doctor Philosopy(ph.D.)
atas disertasinya yang berjudul The Development of Metaphysics In Persia.
Pada tahun 1908 ia
mencurahkan tenaganya sebagai guru besar dalam matakuliah filsafat dan
kesusastraan Ingris di Governemet College kemudian pindah menjadi advokat dan
perhatiannya kepada masalah politik mulai bergejolak. Pada 1922 ia pun mendapat
gelar Sir dari pemerintahan Inggris karena keahliannya dalam filsafat
dan seni.
Pada tahun 1931 dan
1932 ia berkunjung ke Inggris untuk menghadiri konferensi meja bundar di
London,dalam kesempatan perjalanan ia bertemu dengan filosof Perancis Henri
Bergson. Pada 1932 ia mengetuai sidang tahunan Liga Muslim, dimana ia
melontarkan ide Negara Islam di India.
Saat-saat Pakistan
masih memerlukan karya-karyanya, pada tahun 1935 isterinya meninggal dunia,musibah
ini membekas sangat dalam dan membawa kesedihan yang berlarut-larut. Akhirnya
berbagai penyakit menimpa Iqbal hingga fisiknya melemah dan pada tahun 1938
sakitnya bertambah parah, ia merasa ajalnya telah dekat. Ketika fajar 21 April
1938, dalam usia 60 tahun menurut kalender Masehi atau 63 tahun dalam kalender
Hijri,Iqbal berpulang ke Rahmatullah. Jenazahnya diantar oleh ribuan pelayat ke
tempat peristirahatannya yang terakhir.
B. Filsafatnya
1. Ego atau Khudi
Konsep tentang hakekat
ego atau individualitas merupakan konsep dasar dari filsafat Iqbal, dan menjadi
alas penompang keseluruhan struktur pemikirannya. Menurut Iqbal, khudi arti
harfiahnya ialah ego atau self atau individulaitas, merupakan suatu kesatuan
yang riil atau nyata, adalah pusat dan landasan dari semua kehidupan. Merupakan
suatu iradah kreatif yang terarah secara rasional. Artinya ialah menjelaskan
bahwa hidup bukanlah suatu arus tak berbentuk, melainkan suatu prinsip kesatuan
yang bersifat mengatur suatu kegiatan sintesis yang melingkupi serta memusatkan
kencendrungan-kencendrungan yang bercerai-berai dari organisme yang hidup
kearah yang suatu tujuan konstruktif.
Di dalam bukunya The
Reconctruction of Religious Thought in Islam, realitas Tertinggi
(Ultimate-Reality) sebagai suatu ego, dan bahwa hanya dari Ego-Tertinggi itulah
ego-ego bermula. Dunia dengan segala isinya merupakan “penjelmaan diri” dari
Aku Yang Akbar, atau Tuhan, namun Iqbal menolak pandangan panteisme dan
pseduo-mistisme.
Menurut
CA. Qodir, Iqbal mengambil pandangan tentang “ego” ini terutama dari kaum
idealis seperti Hegel dan Fichte, tetapi menggabungkannya dengan paham
perubahan. Ia berpendapat bahwa ada semacam tangga nada (hierarkhi) ke-aku-an
yang muncul secara perlahan-lahan di alam semesta ini hingga mencapai tingkat
manusia, di mana ke-ego-an berada pada titik titik tertingginya. Allah SWT
dipandang sebagai ego, tetapi Ia adalah Ego absolut. Sementara alam semesta
adalah lembah ego-ego yang lebih rendah yang biasanya dipandang sebagai materi[1]
Menurut
Iqbal aktivitas ego pada dasarnya berupa aktivitas kehendak. Hidup adalah
kehendak kreatif yang bertujuan dan bergerak menuju satu arah (Ego absolut).
Tujuan tersebut tidak ditetapakan oleh hukum-hukum sejarah dan takdir
dikarenakan manusia berkehendak bebas dan berkreatif akan tetapi hidup manusia ditentukan oleh aktivitas khudinya. Aktivitas khudi yang
selalu mengarah kepada kesempurnaan suatu waktu akan mencapai perkembangannya
yang tertinggi, yakni kesempurnaan di mana pada waktu itu dia akan merangkum
samudera ketuhanan(khuda).
2. Ketuhanan
Pemahaman Iqbal tentang
Ketuhanan mengalami tiga tahap perkembangan, sesuai dengan pengalaman yang
dilaluinya dari tahap pencarian sampai ke tahap kematangan. Ketiga tahap itu
adalah :
Pada masa pertama (dari tahun 1901 sampai kira-kira tahun 1908). Iqbal meyakini Tuhan
sebagai keindahan Abadi,yang ada tanpa tergantung dan mendahului segala
sesuatu,bahkan menampakkan diri dalam semuanya itu. Dia menyatakan dirinya di
langit dan di bumi,di matahari dan di bulan,disemua tempat dan keadaan. Pada
tahap ini Iqbal cenderung sebagai mistikus-panteistik,hal itu terlihat pada
kekagumannya pada konsepsi mistik yang berkembang di wilayah Persia,lewat
tokoh-tokoh tasawuf falsafi, seperti Ibn Arabi. Keindahan Abadi adalah
sumber,esensi, dan ideal segala sesuatu. Tuhan bersifat universal dan
melingkupi segalanya seperti lautan,dan individu adalah seperti halnya setetes
air atau seperti matahari dengan lilin. Pemikiran Iqbal yang demikian
terpengaruh oleh Plotinus yang mengembangkan pemikiran Plato yang menganggap
bahwa Tuhan sebagai Keindahan Abadi.
Pada masa kedua (1908-1920). Pada tahap ini Iqbal tertarik kepada Rumi yang
dijadikan sebagai pembimbing rohaninya. Pada tahap ini, Tuhan bukan lagi
dianggap sebagai Keindahan Luar, tetapi sebagai Kemauan Abadi, sementara
Keindahan hanyalah sebagai sifat Tuhan disamping ke-Esa-an Tuhan. Karena itu
,Tuhan itu menjadi asas rohaniah tertinggi dari segala kehidupan.
Pada masa ketiga (1920-1938). Jika masa kedua dapat dianggap sebagai masa pertumbuhan,maka
pada masa ketiga ini dapat dianggap sebagai masa kedewasaan dan merupakan
pengembangan menuju kematangan konsepsi tentang Ketuhanan.Tuhan adalah” hakikat
sebagai suatu keseluruhan”, dan hakikat sebagai suatu keseluruhan pada dasarnya
bersifat spiritual, dalam arti suatu individu dan suatu ego. Untuk menjadi
sempurna memerlukan suatu keadaan di mana tak ada bagian organisme yang
terlepas dapat hidup secara terpisah. Dari bagian ini jelas bahwa individu yang
sempurna merupakan unsur paling esensial dalam konsepsi al-Qur’an tentang
Tuhan.[2]
3. Materi dan Kausalitas
Menurut Iqbal, kodrat
realitas yang sesungguhnya adalah rohaniah dan semua yang sekuler sebenarnya
adalah suci dalam akar-akar perwujudannya. Adapun materi adalah suatu kelompok
ego-ego berderajat rendah, dan dari sana muncul ego yang berderajat lebih
tinggi, apabila penggabungan dan interaksi mereka mencapai suatu derajat
koordinasi tertentu.
Iqbal selalu menekankan
bahwa kodrat kehidupan ego selalu berproses, yang berarti juga selalu ada
perkembangan ego, yang berjuang untuk meningkatkan dirinya ke arah
individualitas yang lebih kompleks dan lebih sempurna.
Oleh karena itu dalam
mencapai kesempurnaanya, sistem sebab-akibat merupakan suatu alat yang perlu
sekali bagi ego, dan bukanlah merupakan suatu gambaran yang sebenarnya tentang
sifat realitas. Dibedakan dua cara kegiatan kreatif Tuhan pada kita, khalq
dan amr. Khalq adalah penciptaan (creation) dan amr adalah
pimpinan (direction).[3]
4. Moral
Filsafat Iqbal adalah
filsafat yang meletakkan kepercayaan kepada manusia yang dilihatnya mempunyai
kemungkinan yang tak terbatas, mempunyai kemampuan yang mengubah dunia dan
dirinya sendiri, serta mempunyai kemampuan untuk ikut memperindah dunia. Hal
itu karena manusia merupakan wujud penampakan diri dari Aku Yang Akbar.
Sudah menjadi tanggung
jawab manusia untuk mengambil bagian dengan cita-cita yang lebih tinggi dari
alam sekitarnya dan turut menentukan nasibnya sendiri. Manusia dalam
kehidupannya bertalian dengan alam, dan dengan pertalian ini manusia dituntut
untuk dapat mengeksplorasi kekayaan alam serta mendayagunakannya untuk
kemanfaatan kehidupan manusia.
Dalam hal ini, lebih
singkatnya manusia yang ideal adalah yang mampu hidup mandiri, kreatif serta
inovatif dalam menjalani kehidupan karena pada dasarnya ego manusia selalu
mencari atau mendekati kepada ego tertinggi (Tuhan) yang mana ego tertinggi
adalah ego yang sempurna. . Ada dua cara untuk memahami manusia, menurut Iqbal.
Pertama,cara intelektual, dan kedua cara vital. Cara intelektual memahami dunia
sebagai suatu sistem tegar tentang sebab-akibat, cara vital menerima mutlak
adanya keharusan yang tidak dapat dihindarkan dari kehidupan,yakni kehidupan di
pandang sebagai suatu keseluruhan. Cara vital ini dinamakan ‘iman’, iman
bukanlah sekedar percaya secara pasif akan , masalah tertentu, melainkan
merupakan keyakinan yang hidup, yang didapatkan dari pengalaman yang jarang
terjadi. Hanya pribadi-pribadi yang kuat saja yang sanggup naik ke tingkat
pengalaman ini.
5. Insan kamil
Iqbal menafsirkan insan
kamil atau manusia sempurna, setiap manusia potensial adalah suatu mikrokosmos,
dan bahwa insan yang telah sempurna kerohaniannya menjadi cermin dari
sifat-sifat Tuhan, sehingga sebagai orang suci dia menjadi khalifah atau wakil
Tuhan di muka bumi.
Dalam konsepnya tentang
kemungkinan keabadian ego, iqbal mengetengahkan tentang adanya kebangkitan ego
yang dihubungkannya dengan kilasan-kilasan realitas yang baru, dan bersiap-siap
menyesuaikan diri dengan aspek-aspek ini. Peristiwa ini tentunya akan merusak
keseimbangan dan membuat ego-ego menjadi
melebur. Akan tetapi ego haruslah tetap berusaha mengalami kebangkitan,
kebangkitan ini bukanlah bersifat lahiriah. Kebangkitan merupakan kesempurnaan
proses kehidupan didalam ego.
Manusia dengan segala
kelamahannya, demikian Iqbal masih lebih tinggi daripada alam, karena manusia
membawa suatu amanat besar yang mana makhluk-makhluk ciptan Allah yang lain tak
sanggup menerimanya.
Adapun tentang
kehidupan, menurut Iqbal adalah proses yang terus maju ke depan dan esensinya
ialah penciptaan terus-menerus dari gairah dan cita-cita. Sejalan dengan makna
kemerdekaan,Iqbal tidak menyetujui adanya perbudakan dapat merusak watak
manusia,merancukan sifat manusia dan menjebloskan ke dalam derajat yang
hina- dina. Iqbal berpendapat bahwa tujuan seluruh kehidupan adalah membentuk
insan yang mulia dan setiap pribadi adalah haruslah berusaha mencapainya.
Hal-hal yang dapat
memperkuat pribadi menurut Iqbal , ialah :
1. ‘Isyq-o-muhabbat,yakni
cinta kasih.
2. Semangat atau
keberanian,termasuk bekerja kreatif dan orisinal,artinya asli dari hasil
kreasinya sendiri dan mandiri.
3. Toleransi, rasa
tenggang menenggang.
4. Faqr, yang
artinya sikap tidak mengharapkan imbalan dan ganjaran-ganjaran yang akan
diberikan di dunia, sebab bercita-citakan yang lebih agung.
Hal-hal yang melemahkan
pribadi adalah : takut, suka minta-minta(su’al),perbudakan dan sombong.
Maka hidup yang baik ialah hidup yang penuh usaha perjuangan, bukan suatu cara
hidup yang menarik diri dan memencilkan diri,bukan yang malas dan yang
menganggap remeh kehidupan. Cinta atau isyq sebagai suatu daya
aktif yang memungkinkan individu memiliki daya tarik penggerak yang
kuat,manakala ia dihadapkan kepada maksud-maksud yang bermanfaat.
Adapun yang dianggap
dapat melemahkan ego adalah: takut,sombong,dan suka meminta-minta(su’al).
su’al merupakan tema Iqbal yang menjadi antithesis dari Isqy,juga
menjadi antithesis dari faqr. Karena, su’al menurut Iqbal
adalah segala sesuatu yang diperoleh bukan dengan usaha sendiri. Yang harus
dikembangkan pula sikap toleransi, yaitu kesadaran akan perlunya menghargai
orang lain.