Konsep Kosmologi Surahwardi:
Segala yang bukan cahaya disebut
sebagai “kualitas mutlak” atau “materi mutlak”. Ini hanyalah sebuah penegasan atas
cahaya, dan bukan suatu prinsip mandiri sebagaimana yang secara salah dianggap oleh para pengikut
aristoteles. Semua yang bukan cahaya dibagi menjadi:
a). Kekal abadi, misalnya: Intelek,
Jiwa dari benda-benda angkasa, langit, unsur-unsur tunggal, waktu dan gerak.
b).
Tergantung, misalnya: senyawa-senyawa dari berbagai unsur.
Terdapat tiga unsur dasar, yaitu air,
tanah, dan angin. Paduan unsur-unsur ini, di bawah berbagai pengaruh langit,
mengambil barbagai bentuk, yaitu bentuk cair, padat, dan gas. Perubahan bentuk
unsur-unsur orisinil tersebut membentuk proses “membuat dan merusak”.[1]
Semua fenomena alam , yaitu hujan,
awan, meteor, guntur adalah berbagai kerja dari prinsip imanen gerak ini, dan
diterangkan oleh operasi langsung atau tidak langsung cahaya pertama atas
segalan sesuatu , yang antara satu dengan yang lain berbeda-berbeda dalam
menerima itensitas cahaya.
Tentang teori kosmologinya,
Suhrawardi mendasarkan pada iluminasi atau emanasi. Sebenarnya teori iluminasi
tidaklah jauh berbeda dengan teori emanasi pada era filsafat paripatetik. Jika
teori emansi pada filsafat peripatetik yakni pada setiap bagian diidentikkan
dengan akal, maka pada filsafat iluminasi setiap bagian diidentikka dengan
cahaya.
Menurut Suhrawardi, pelimpahan atau
emnasi dari sumber pertama (Tuhan) itu bersifat abadi, terus menerus, sebab
pelakunya tidak berubah-ubah dan terus ada.[2] Sebagai konsekuensi dari uraian
tersebut, alam ini juga bersifat abadi sebagai akibat dari pelimpahan-Nya.
Dengan kata lain bahwa ada dua yang qadim, yakni Tuhan dan alam. Namun
demikian, menurut suhrawardi tetap berbeda antara keduanya.
Menurut Surahwardi, alam adalah
merupakan manifestasi kekuatan penerang yang membentuk pembawaan esensial
Cahaya pertama. Oleh karena itu, selama alam tersebut hanya sebuah manifestasi
maka ia hanyalah sebuah maujud yang tergantung , dan akibatnya alam tidaklah
abadi. Semua ragam lingkungan maujud ada barkat penerangan dan sinar Cahaya
Abadi.[3]
Labih lanjut Suhrawardi mengatakan
bahwa terdapat empat kumpulan alam yang menjadi susunan eksistensi alam semesta
ini. Pertama adalah alam-alam akal atau intelek, kedua alam jiwa-jiwa, ketiga
alam bentuk atau jasad, dan yang keempat adalah alam mitsal.
Dikatakan bahwa Alam Pertama yang di
dalam tradisi filosofis dinamakan Alam akal atau Alam Intelek, menurut mereka
adalah substansi atau jauhar yang
tidaka dapat ditunjuk oleh indera atau menyatu dengan bentuk. Lingkungan Alam
Akal atau Alma Intelek berisi cahaya-cahaya dominator yang jumlahnya tergantung
dari itensitas pancaran dari Cahaya pertama. Termasuk ke dalam lingkungan alam
akal ialah Ruh Qudus yang darinya jiwa-jiwa kita berasal dan Rabb Thilsam, yang
oleh para filosof paripatetik menamakannya akal
fa’al. Di tempat lain Suhrawardi menamakannya dengan Arbab al-Anwa’.
Alam kedua ialah alam jiwa-jiwa,
dimana didalamya terdapat jiwa-jiwa pengatur planet-planet langit dan
tubuh-tubuh manusia. Dalam hal ini, Suhrawardi berbeda dengan para filosof
paripatetik yang mengatakan bahwa jiwa-jiwa planet muncul secara langsung dari
akal-akal yang tertinggi, sementara Suhrawardi berpendapat bahwa jiwa-jiwa
planet tersebut muncul dari Arbab
al-anwa’ al- Samawi. Yang berasal dari hirarki cahaya atau akal horizontal.
Alam ketiga ialah Alam Jism atau Alam
bentuk. Menurut Suhrawardi ada dua macam alam bentuk: Alam bentuk unsur, yang
berada dibawah planet bulan, dan Alam bentuk zat yang sangat halus, yaitu
bentuk bentuk planet langit.
Alam keempat yakni suatu alam kelepasan jiwa menuju
kesempurnaan. Mengenai alam yang keempat ini merupakan sebuah inovasi tebaru
dari Suhrawardi. Pembagian ini juga merupakan keistimewaan tersendiri dalam
filsafat Suhrawardi. Berkat pengalamannya menjalani kehidupan sufi dan
mujahadah yang terus menerus dilakukannya dengan pergulatan batinnya telah
mampu menghasilkan sesuatu yang belum pernag ditemukan oleh para filosof lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar