Rabu, 23 Januari 2013

Muhammad Abduh


MUHAMMAD ABDUH

Muhammad Abduh, nama lengkapnya adalah Muhammad Abduh Ibn hasan Khairullah, lahir di Mahallat Nashr, Ghairbah, Mesir pada tahun 1265 H/ 1849 M. Ayahnya bernama Abdullah Khairullah, seorang warga Mesir keturunan Turki, sementara ibunya berasal dari suku Arab, yang nasabnya menurut sejarahwan sampai kepada Umar ibn Khathab. 
Pendidikan pertamannya didapat dari keluarganya. Ayahnya mengajarinya membaca, menulis dan menghafalkan Alquran. Setelah belajar langsung dari ayahnya, pada usia 14 tahun Abduh dikirim ke Thanta sebuah lembaga pendidikan milik al-Azhar. Disini Abduh mempelajari bahasa Arab, Alquran, Fiqih. Selama kurang lebih dua tahun belajar di Thanta, Abduh merasa kurang puas sehingga ia meninggalkan Thanta.
Kepergiannya dari Thanta, ia pergi kerumah pamannya selama tiga bulan. Pada tahun 1865 M. Di usia yang muda belia ia menikah. Akan tetapi, nasib calon menjadi orang besar telah merobahnya. Baru empat puluh hari menikah, abduh disuruh ayahnya untuk kembali ke Thanta untuk melanjutkan studinya. Setelah belajar di Thanta pada tahun 1866 M, ia meneruskan studinya ke al-Azhar. Di perguruan ini ia sempat berkenalan dengan sekian banyak dosen yang dikaguminya, di antaranya: Pertama, Syaikh Hasan ath-Thawi yang mengajarkan kitab-kitab filsafat karangan Ibnu Sina, logika karangan Aristoteles, dan lain sebagainya. Padahal, kitab-kitab tersebut tidak diajarkan di al-Azhar pada waktu itu; Kedua, Muhammad al-Basyuni, seorang ilmuan yang banyak mencurahkan perhatian dalam bidang sastra bahasa, bukan melalui pengajaran tata bahasa melainkan melalui kehalusan rasa dan kemampuan mempraktekkannya.
Ketika Jamaluddin al-Afghani tiba di Mesir, tahun 1871, kehadirannya disambut oleh Muhammad Abduh dengan menghadiri pertemuan-pertemuan ilmiah yang diadakan olehnya. Hubungan ini mengalihkan kecenderungan Muhammad Abduh dari tasawuf dalam arti yang sempit, sebagai bentuk tata cara berpakaian dan zikir, kepada tasawuf dalam arti yang lain, yaitu perjuangan untuk melakukan perbaikan keadaan masyarakat, membimbing mereka untuk maju, dan membela ajaran-ajaran Islam.
Setelah dua tahun sejak pertemuannya dengan Jamaluddin al-Afghani, terjadilah perubahan yang sangat berarti pada kepribadian Abduh dan mulailah ia menulis kitab-kitab karangannya seperti Risalah al-’Aridat (1837), disusul kemudian dengan Hasyiah Syarah al-Jalal ad-Diwani Lil ‘Aqaid adh-Adhudhiyah (1875). Dalam karangannya ini, Abduh yang ketika itu baru berumur 26 tahun telah menulis dengan mendalam tentang aliran-aliran filsafat, ilmu kalam (teologi), dan tasawwuf, serta mengkritik pendapat-pendapat yang dianggapnya salah.
Di samping itu, Abduh juga menulis artikel-artikel pembaruan di surat kabar Al-Ahram, Kairo. Melalui media ini gema tulisan tersebut sampai ke telinga para pengajar di al-Azhar yang sebagian di antaranya menimbulkan kontroversi serta pembelaan dari Syaikh Muhammad al-Mahdi al-Abbasi, di mana ketika beliau menduduki jabatan “Syaikh al-Azhar”, Muhammad Abduh dinyatakan lulus dengan mencapai tingkat tertinggi di al-Azhar, dalam usia 28 tahun (1877 M).
Abduh dikenal sebagai peletak dasar modernisasi dalam Islam. Ia adalah seorang figur pembaharu yang menggerakkan kebangkitan Umat. Kiprahnya di dalam gerakan pembaharuan pemikiran Islam berakhir ketika sang Khalik memanggilnya pada tahun 1905 M.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate