KARAKTERISTIK IMAN, ISLAM, dan
IHSAN
Latar Belakang
Berangkat dari
ajaran Tauhid, pengalaman dan penghayatan agama islam terbagi atas tiga aspek,
yakni : iman, islam, ihsan. Dan pada gilirannya ketiga aspek tersebut
mewujudkan tiga macam orientasi keagamaan dalam epistemologi islam. Ketiga
kerangka dasar epistemologis islam tersebut pada masa nabi Muhammad SAW dan
para sahabatnya memang belum begitu terasa, sebab pada saat itu kaum muslimin
masih merupakan suatu masyarakat etis yang berlandaskan doktrin-doktrin yang
jelas tentang Tuhan, hari akhir, serta kawajiban-kewajiban keagamaan yang
praktis. Sehingga pada masa itu belum ada kajian lebih lanjut tentang ketiga
hal tersebut. Namun dengan seiringnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
kajian-kajian intelektual dengan cara pembahasan filosofis semakin meningkat,
mulai terasa pembidangan baik dalam pemahaman, pengamalan, maupun penghayatan
tentang ketiga kerangka epistemologi islam.
Pada pembahasan
makalah kali ini kami akan membahas Akhlaq Tasawuf secara lebih spesisfik lagi, yaitu pembahasan
mengenai Iman, Islam, Ihsan. Karena ketiga hal tersebut juga termasuk dalam
objek kajian ilmu Akhlaq Tasawuf. Sehingga perlu juga dikaji lebih lanjut untuk
membuahkan hasil sebuah ilmu pengetahuan yang bersifat objektif.
1.
Iman
Dalam islam, ada
aspek yang mendasar yang menjadi pondasi sebuah keyakinan dalam beragama yaitu
adalah akidah. Akidah secara etimologis (bahasa) berasal dari kata ‘aqida-ya’qidu-a’qidatan
yang berarti simpulan atau ikatan. dan pengertian akidah secara
terminologis (istilah) ialah kepercayaan dan keyakinan. Adapun yang dimaksud
dengan akidah islam ialah “ perkara-perkara yang dipercayai dan diyakini
kebenarannya dalam islam berdasarkan dalil Al-Qur’an dan sunah Rasul.”[1]
Akidah biasanya
dijumbuhkan dengan istilah iman, yaitu “ sesuatu yang diyakini di dalam hati,
diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota tubuh.” Akidah juga
dijumbuhkan dengan istilah tauhid, yakni mengesakan Allah SWT.[2]
Iman ialah segi teoritas yang dituntut pertama-tama dan terdahulu dari segala
sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh
keragu-raguan dan dipengaruhi persangkalan.
Dalam
penjabaranya, iman meliputi arkanuliman yakni rukun Iman. Yaitu antara lain :
1.
Iman kepada Allah SWT
Rukun iman yang pertama ialah iman kepada Allah SWT.
Iman kepada Allah adalah yang paling pokok dan mendasari seluruh islam,
dan ia harus diyakinkan dengan ilmu yang
pasti seperti ilmu yang terdapat dalam kalimat syahadat “laa ilaaha ilallaah”.
Qur’an sebagai sumberpokok ajaran islam
telah memberikan pedoman kepada kita dalam mengenal Allah SWT. Demikian pula
dikemukkakannya bukti-bukti yang pasti tentang kekuasaan-Nya bersama seluruh
sifat keagungan-Nya.[3]
Konsep
ketuhanan dalam islam menurut Qur’an berdasar atas firman Allah surah Al-An’am 102-103
:
ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لا إِلَهَ
إِلا هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَاعْبُدُوهُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيل لا
تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرٌُ
Artinya
: Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka
sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu. Dia tidak dapat
dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu
dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
Iman
kepada Allah SWT juga meyakini bahwa Allah adalah pencipta seluruh alam semesta
beserta isi-isinya, sehingga dengan itu akan menambah keimanan manusia untuk
mengenal Allah melalui ayat-ayat qauliyah dan ayat kauniah. Selain itu banyak
ayat-ayat Qur’an yang mendesak kepada manusia untuk memikirkan terbentuknya dan
kejadian alam semesta, sebagai tanda kekuasaan Allah SWT.
2.
Iman kepada Malaikat
Iman kepada malaikat adalah masalah akidah yang
kedua sesudah iman kepada Allah SWT. Pengetahuan kita kepada malaikat hanya
semata-mata berdasarkan Qur’an dan keterangan-keterangan Nabi. Para malaikat
termasuk persoalan alam gaib, tidak bersifat material namun sebahagian
tabiatnya bahwa dia dapat menjelma kealam immaterial. Kita wajib beriman kepada
para malaikat oleh karena Qur’an dan Nabi memerintahkannya, sebagaimana wajibnya
beriman kepada Allah SWT dan para Nabinya.[4]
Tentang sifat-sifat malaikat, Qur’an menerangkan
bahwa mereka adalah hamba Allah yang mulia, tidak pernah durhaka. Tidak
bermaksiat dan tidak pernah menentang perintah Allah. Meraka tidak membutuhkan
makan dan minum selalu taat terhadap segala perintah Allah yang diamanatkan
kepadanya.
Hal
itu ditegaskan melaui Qur’an :
عِبَادٌ
مُكْرَمُون لا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونََ
Artinya : Sebenarnya (malaikat-malaikat
itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak
mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.[5]
Apabila
kita telah beriman kepada para malaikatnya hendaklah kita selau bersifat
optimis dalam menempuh jalan kehidupan ini , karena iman itulah yang membawa
kita untuk menuju ketenangan dan ketentraman jiwa.
3.
Iman kepada para Nabi
Dalam
analisa yang lalu telah diuraikan tentang iman kepada maliakat, meraka sebagai
makhluk tertinggi menjadi jalan turunya wahyu yang agung kepada para rasul,
dimana para rasul itulah sebagai duta-duta Allah untuk manusia. Mengenai jumlah
para nabi /rasul tidaklah diketahui secara pasti. Sebagian ilama berkata Rasul
itu berjumlah “313” orang, dan nabi barjumlah “124.000” orang.[6]
Para rasul berkewajiban menyampaikan risalah dan
wahyu kepada para umat manusia . kerena itulah iman kepada para rasul berarti
mempercayai bahwa allah telah memilih di antara manusia menjadi utusanya dengan
tugas risalah kepada manusia sebagai hamba-hamba Allah dengan wahyu yang
diterima dari Allah SWT untuk membimbing para umat manusia ke jalan yang lurus
dan benar.
Para rasul memiliki sifat keistimewaan yang
merupakan kelebihan mereka dari manusia lainya dikenal dengan istilah
sifat-sifat wajib. Sifat ini sebagai bukti bagi seorang rasul Allah, yakni :
·
Siddiq yang artinya benar.
·
Amanah yang artinya dapat dipercaya.
·
Tablig yang artinya menyanpaikan.
·
Fatonah yang artinya cerdas.
Dari sekian sifat khas seorang rasul Allah,
yang paling esensial yang menjadi bukti kerasulan ialah mukjizat. Setiap rasul
mempunyai maukjizat sendiri-sendiri. Mukjizat adalah keluarbiasaan atau
perbuatan ajaib seorang rasul, menyalahi kebiasaan. Ia tidak dapat ditiru dan
ditandingi oleh manusia biasa. Sehingga dapat dengan mudah intuk membedakan
antara rasul yang benar dengan rasul atau nabi palsu.
4.
Iman pada kitab-kitab Allah SWT
Setiap rasul mendapatkan wahyu-wahyu yang wajib di
sampaikan kepada umatnya, wahyu-wahyu yang diterima itu dinamai dengan kitab.
Kitab itulah yang menjadi pedoman bagi umatnya untuk menuju jalan yang benar.
Maka kita wajib mengimani kitab-kitab Allah sebagai bagian dari rukun iman.
Kitab-kitab Allah yang wajib kita imani antara lain :
·
Kitab Taurat yang diwahyukan kepada Nabi
Musa, di dalamnya terdapat beberapa syariat dan hukum agama yang sesuai dengan
tempat dan kondisi masa itu.
·
Kitab
Zabur adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Daud. Isinya mengandung
beberapa doa, zikir, pengajaran dan hikmat.
·
Kitab Injil adalah wahyu Allah kepada
Nabi Isa. Injil bertujuan untuk mengajak umat manusia untuk bertauhid kepada
Allah. Dan untuk mengadakan perbaikan agama Bani Israil yang telah kacau dan
menyeleweng.[7]
·
Kitab Al-Qur’an yaitu wahyu yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kitab ini sebagai kitab Allah yang terkhir
yang bertujuan untuk penyempurna dari ajaran-ajaran kitab terdahulu. Ajaranya
mencakup seluruh aspek kehidupan dan sebagai pedoman hidup umat islam sepanjang
masa.
5.
Iman Kepada Hari Akhirat.
Iman kepada hari akhirat adalah masalah yang paling
berat dari segala macam akidah dan kepercayaan manusia. Sejak zaman purba,
manusia telah membicarakan dan mendiskusikan sampai ke zaman modern sekarang
ini. Para ilmuwan dan para filosof selau menempatkan masalah ini sebagai bahan
penyelidikan. Demikian esensial masalah ini, maka manakala kita meneliti ayat-ayat Qur’an dan hadist nabi, maka yang
dipersoalkan dari kedua sumber wahyu tersebut adalah Iman dan Islam., maka
pastilah penekanannya kepada iman kepada Allah dan iman kepada hari akhir.maka
seyogyanya jika kita mengaku dan beriman kepada Allah maka sudah pastilah kita
juga harus beriman kepada hari akhirat. Iman kepada hari akhirat termasuk
masalah yang penting karena hal itu sangatlah esensial dan berhubungan dengan
alam gaib.
6.
Iman kepada Qadha dan Qadar.
Iman kepada qadha dan qadar adalah tiang iman yang
keenam atau rukun iman yang terakhir. Qadha dan qadar dalam pembicaraan
sehari-hari selalu disebut dengan takdir. Rukun iman yang terakhir ini kalau
tridak hati-hati , tidak didasari dengan iman dan ilmu yang kuat maka akn
tergelincir kepada aqidah dan cara hidup yang fatal. Kekeliruan yang umumnya
terjadi pada masyarakat terhadap qadha dan qadar ialah : “segala nasib baik dan
buruk seseorang, atau muslim/kafir, telah ditetapkan secara pasti oleh Allah
SWT” sesungguhnya pemahaman seperti itu adalah salah karena jika berbicara
takdir itu kalau kita sudah berusaha dan berdoa.
Jika kita beriman kepada takdir itu sesuai dengan
ilmu yang benar maka iman yang terakhir itu akan membawa peningkatan kepada
ketakwaan, bahwa baik keberuntungan maupun kegagalan dapat dianggap sebagai
ujian dari Allah SWT. Manusia hendaklah
selalu berusaha secara maksimal sambil
tawakal dan berdoa. Kemudian yakin bahwa penentuan hasil akhir kita berada di
tangan Allah SWT, Dialah yang maha kuasa terhadap segala sesuatu.
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأرْضِ
وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ
ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
Artinya : Tiada suatu
bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan
telah tertulis dalam kitab (Lohmahfuz) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.[8]
2.
Islam
Tiap-tiap agama
lazimnya di beri nama dengan disandarkan pendirinya atau pembawanya. Sebagai
contoh agama Budha yang dibawa oleh Budha Gautama, agam Kristen yang dibawa
oleh jesus Christ. Sedangkan untuk nama islam sendiri bukan dari nama
pembawanya yaitu Nabi Muhammad SAW, melainkan penamaan itu langsung dari Allah
melalui Qur’an yakni :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامدِينًاَ
Artinya : Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.[9]
islam adalah
agama samawi penutup yang diturunkan oleh Allah ke dunia melalui seorang rasul
Muhammad SAW. Misi utamanya adalah mengantarkan manusia menuju pada kehidupan
yang damai, harmonis, aman, tentram, dan bahagia, tidak hanya di dunia ini,
namun juga pada kehidupan akhirat kelak.[10]
Secara
etimologis kata islam berasal dari bahasa Arab “salima” yang berarti damai,
selamat, dan sejahtera kemudian dari itu dibentuklah istilah taslim,
yang secara bahasa patuh tunduk, pasrah, maksudnya ialah patuh dan tunduk serta pasrah kepada kehendak
Tuhan.
Secara
terminologis (istilah) makna islam ialah agama yang diturunkan Allah SWT, yang
mengajarkan dan mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan
manusia, manusia dengan alam sekitarnya, yang meliputi pokok-pokok kepercayaan
dan aturan-aturan hukum yang dibawa meleui utusan terakhir yakni Nabi Muhammad
SAW, dan berlaku untuk seluruh umat manusia.
Selain itu ada
juga yang memberikan pengertian, bahwa islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW, yang berupa apa saja yang diturunkan Allah didalam Al-Qur’an dan
Al-Sunnah yang sahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta
petunjuk untuk kebaikan di dunia maupun di akhirat. Selain itu islam juga
mempunyai sebuah lima penjabaran yang menjadi sebuah kewajiban sebagai orang
islam, yakni yang lazimnya sering disebut arkanulislam (rukun islam) yaitu :
1.
Syahadat
2.
Sholat 5 waktu
3.
Puasa di bulan Ramadhan
4.
Zakat
5.
Haji ke Baitullah
Yang dimana kelima rukun islam tersebut
telah didasarkan dari ilmu syari’at islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan
Al-Sunnah.
3.
Ihsan
Nabi pernah
ditanya oleh Jibril tentang ihsan. Nabi bersabda, “Yaitu engkau beribadah
kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka apabila kamu tidak bisa
(beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”.[11]
Dari konsep
tesebut maka dalam perkembangannya ihsan lebih beroriontasi kepada Tasawuf yang
tujuannya untuk mensucikan jiwa dari segala kejelekan dan dosa.Nilai ihsan juga
termasuk masalah penting dari ketiga konsep dasar islam yakni Iman, Islam,
Ihsan karena ihsan penekanannya kepada masalah keikhlasan dalam beribadah untuk
mencapai kepada keridloan Allah SWT.
Imam
al_syahrastani yang dalam kitabnya al-milla wa al-nihal menjelaskan bahwa islam adalah menyerahkan diri secara
lahir.oleh karena itu ,baik mukmin maupun munafik adalah muslim. sedangkan iman
adalah pembenaran terhadap ALLAH,
para utusan –nya ,kitab,nya hari kiamat dan menerima qadla dan
qodar,intregrasi antara islam adalah
kesempurnan. (al-kamal) .atas
dasar penjelasan
itu,al_syahrastani juga menunjukan bawah islam adalah mabda (pemula) dan iman adalah
menengah (wasath) ;dan ihsan adalah kesempurnaan(al -kamal).
Kesimpulan
Masalah ketiga
kerangka epistemologi islam yakni iman, islam, ihsan saling berintegrasi satu
sama lain. Bisa dikatan bahwa ketiganya tidak bisa dipisahkan dari epistemology
islam. Masalah iman adalah sebuah keyakinan dasar dari sebuah agama islam dan
menjadi sebuah pondasi dari sebuah agama islam, dan menjadi penentu
keislamannya kedepan. Masalah islam adalah sebuah syari’ah yang berupa
norma-norma hukum dari Allah SWT dan menjadi pedoman hidup orang muslim dalam
mengarungi kehidupan. Masalah ihsan sangat erat hubungannya dengan dunia
tasawuf yang mana bertujuan untuk mensucikan jiwa dan untuk meraih keridloan
Allah SWT. Sehingga ihsan penekanannya terhadap keikhlasan ibadah seseorang
hamba kepada Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Dr.muniron. 2010. Studi Islam. Jember :
STAIN Jember Press
Dimyati, Ahmad. 2004. Panduan kuliah
Islam. Bandung : PT Sinar Baru Algesindo
Mubarok, Zaky. 2003. Akidah Islam.
Jogjakarta: UII Press Jogjakarta
Razak, Nasruddin.1973. Dienul
Islam.Bandung : PT Maarif
Tholhah, Hasan. 2005. Islam dalam
Prespektif Sosio-Kultural. Jakarta: Lantabora Press
MKD,Tim penyusun. 2011. Ilmu Kalam.
Surabaya : IAIN SA Press
[1] Ahmad dimyati, panduan kiliah islam(Bandung:PT
algesindo),hal20
[2] Zaky Mubarok, Aqidah Islam (Yogykarta : UII press), hal 30
[3] Nasruddin Razak, dinnul islam(Bandung:PT Almaarif), hal
164-165
[4] Nasruddin Razak, dinnul islam(Bandung:PT Almaarif), hal 176
[5] Al-Anbiya’ : 26-27
[6] Prof.M.Hasbi Ash Shiddieqy, al-Islam, Hal 191.
[7] Nasruddin Razak, dinnul islam(Bandung:PT Almaarif), hal 198
[8] Al-Hadid : 22
[9] Al- Maidah (5):3
[10] Dr Muniron, studi islami (jember : STAIN jember Press) hal33
[11] Tim MKD, ilmu kalam(surabaya :IAIN SA Press) hal10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar