SEKTE-SEKTE KAUM KHAWARIJ
MAKALAH
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MAKALAH
“Ilmu Kalam”
Dosen Pembimbing :
Drs. Muhammad Achiyar M.Si
Oleh :
Agung Dwi Aprilyanto
E01211009
FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2011
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
dengan rahmat dan karunia Allah Swt kami penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ilmu kalam dengan judul” sekte-sekto kaum khawarij ”. Kesemuanya itu
tidak terlepas dari rahmat dan rahim serta pertolongan-Nya. Sehingga semua
hambatan dan kendala yang dihadapi dapat diselesaikan dengan lancar. Sholawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
Nabi Muhammad Saw. Yang telah membimbing umatnya ke jalan yang benar dan
diriai-Nya
Makalah ilmu
kalam ini pada dasarnya untuk memenuhi tugas yang telah di berikan kepada kami
serta unuk menambah wawasan pengetahuan tentang teologi islam kepada sesama
mahasiswa. Yang lebih spesifik lagi makalah ini mengulas tentang sekte-sekte
dalam kaum khawarij. Dengan mempelajari sekte-sekte dalam golongan kaum
khawarij ini diharapkan untuk sesama mahasiswa memperoleh informasi pengetahuan
serta menambah referensi.
Penulis
makalah ilmu kalam ini telah bekerja secara maksimal untuk harapan dan target
tugas yang telah diberikan kepada kami. Tentu saja kami amat menyadari bahwa
penyajian makalah ilmu ialam ini jauh dari kata sempurna. Apalagi jika
dikaitkan dengan kesulitan untuk mengadaptasikan istilah yang ada hubunganya
dengan teologi-teologi islam ke dalam
bahasa Indonesia yang baku. Menyadari hal ini, kami sebagai penulis makalah
ilmu kalam senantiasa mengharabkan koreksi perbaikan dari berbagai pihak agar
makalah ini nantinya lebih sempurna lagi.
Surabaya, 24
November 2011
penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kaum khawarij terdiri
dari atas pengikut – pengikut Ali bin Abi Tholib yang kemudian meninggalkan
barisannya karena tidak setuju dengan sikap Ali bin Abi Tholib dalam menerima
arbitrase atau tahkim sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan tentang khilafah
antara Mu’awiah bin Abu Sufyan dengan Ali bin Abi Tholib.
Di tinjau dari segi
sosiologis dan geografis kaum khawarij pada umumnya terdiri dari orang-orang arab
baduwi. Hidupnya di padang pasiryang serba tandus membuat mereka
bersifat sederhana dalam cara hidup dan pemikiran tetapi karas hati serta
berani dan bersikap merdeka, mereka hidupnya tidak tergantung pada orang lain.
Perobahan agama tidak membawa perobahan dalam sifat-sifat ke baduwian mereka.mereka
tetap bersikap bengis, suka kekerasan dan tak gentar akan mati.
Sebagai orang baduwi mereka tetep jauh dari ilmu pengetahuan.
Ajaran-ajaran islam sebagai terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist mereka artikan
menurut lafadznya (tekstual) dan harus dilaksanakan sepenuhnya atau dimana pun
berada. Tapi sayangnya cuman sepotong-potong saja dalm memahami suatu ayat atau
hadist. Oleh karena itu iman serta pemahaman mereka merupakan iman dan
pemahaman orang yang sederhana , dalam pemikiran lagi sempit akal serta fanatik
iman yang tebal tetapi sempit. Ditambah lagi dengan sikap fanatic ini membuat
mereka tidak bias mentolelir segala bentuk penyimpangan terhadap ajaran islam
menurut faham mereka. Walaupun hanya penyimpangan dalam bentuk kecil.
Di sinilah letak penjelasannya, bagaimana mudahnya kaum khawarij terpecah
belah menjadi golongan-golongan kecil atau sekte-sekte serta dapat pula
dimengerti tentang sikap mereka yang terus menerus mengadakan perlawanan
terhadap penguasa-penguasa islam dan umat islam yang ada di zaman mereka. Kaum
khawarij terpecah belah saat dalam perkembangannya menjadi berbagai macam
sekte-sekte, mulai dari yang berpandangan ekstrim sampai dengan yang moderat.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Latar belakang berdirinya faham
Khawarij?
2.
Sekte-sekte dari kaum khawarij?
C.
Tujuan Penulisan
Dari perumusan masalah tersebut.
Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut :
1.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan
kaum khawarij.
2.
Mengetahui macam-macam sekte dari
kaum khawarij.
3.
Mengetahui dasar-dasar sekte dari
kaum khawarij.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari
penulisan makalah ini mencakup beberapa yang terkait diantaranya sebagai
berikut :
Bagi mahasiswa
Makalah ini dapat dipakai sebagai tambahan
referensi atau masukan tentang mata
kuliah ilmu kalam atau teologi islam, serta aspek-aspek yang berhubungan dengan
ilmu kalam atau teologi.
Bagi Masyarakat Umum
Sebagai bahan bacaan yang bermanfaat
untuk menambah pengetahuan tentang demokrasi pendidikan. Dan serta untuk
menambahkan peran aktif masyarakat dalam
dunia pendidikan. Terutama dalam pendidikan islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kaum Khawarij
Telah dikemukan sebelumya, bahwa kaum khawarij terdiri
dari atas pengikut – pengikut Ali bin Abi Tholib yang kemudian meninggalkan
barisannya karena tidak setuju dengan sikap Ali bin Abi Tholib dalam menerima
arbitrase atau tahkim sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan tentang
khilafah antara Mu’awiah bin Abu Sufyan dengan Ali bin Abi Tholib. Dalam tahkim
ini pihak Ali diwakili oleh Abi Musa al- Asy’ari dan sedangkan pada pihak
Mu’awiyah diwakili oleh Amr bin Ash.
Keputusan tahkim atau arbitrase, yakni Ali diturunkan
dari jabatanya sebagai Khalifah oleh utusanya, dan mengangkat Mu’awiyah bin Abu
Sufyan menjadi Khalifah pengganti Ali. Dari keputusan ini membuat orang-orang
khawarij sangat kecewa.
Secara
etimologis kata khawarij berasal dari bahasa arab (kharaja) yang berarti
keluar. Nama ini diberikan kepada mereka karena mereka karena mereka keluar
dari barisan Ali (kharij = seseorang yang keluar, khawarij = orang yang
keluar). Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah
suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Tholib yang kemudian keluar
meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang
menerima tahkim, dalam perang siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok
bughat (pemberontak) Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan Khilafah.
Selain itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa pemberian nama khawarij itu
sendiri didasarkan pada firman Allah Q.S. An-nisa’ : 100 yang berbunyi :
وَمَنْ يُهَاجِرْ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الأرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً وَمَنْ يَخْرُجْ
مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ
وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya :
“Barang siapa berhijrah
di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang
luas dan rezeki yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud
berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai
ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan
adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dalam ayat tersebut
disebutkan “keluar dari rumah untuk berhijrah kepada Allah dan Rasulnya.”
Dengan demikian Kaum Khawarij memendang diri mereka sebagai orang yang
meninggalkan rumah dari kampung halamannya untuk mengabdikan diri kepada Allah
dan Rasulnya.
Setelah memisahkan diri dari Ali, mereka memilih
Abdullah Ibn Wahb Al- Rasidi menjadi pemimpin mereka. Dalam pertempuran melawan
kubu Ali, mereka mengalami kekelahan, tetapi salah satu Khariji bernama Abd al
Rahman Ibn Muljam berhasil membunuh Ali.
Walaupun telah mengalami kekalahan, Kaum Khawarij terus melakukan perlawanan
perlawanan terhadap rezim yang mereka
anggap telah menyeleweng dari Islam, baik masa Dinasti Umayyah maupun
Abbasiyah.
Dalam berpolitik, mereka lebih bersifat demokratis.
Menurut mereka, khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat
Islam. Yang berhak menjadi khalifah bukan hanya orang Arab atau Quraisy saja,
tetapi siapapun dia asal Islam sekalipun budak, jika memang terpilih maka dia
boleh memegang jabatannya selama ia adil dan berkuasa sesuai syariat Islam.
Kaum Khawarij mengakui
kekhalifahan Abu Bakr dan Umar Ibn Al-Khatab dan menganggap keduanya tidak
menyimpang dari Islam. Sedangkan Usman Ibn Affan dianggap menyeleweng mulai
dari tahun ke tujuh masa kekhalifahannya dan Ali dianggap menyeleweng setelah
peristiwa arbitrase dengan Muawiyah.
B.
Sekte-sekte
kaum Khawarij
Saat dalam
perkembangannya kaum Khawarij terpecah belah menjadi beberapa sekte-sekte atau
golongan kecil. Karena kaum Khawarij terus mengadakan perlawanan terhadap para
penguasa-penguasa islam di zamannya. Di antaranya sekte-sekte dari kaum
Khawarij yaitu :
1.
Al-Muhakkimah
Al-Muhakkimah dipandang sebagai golongan khawarij asli
(pelopor aliran khawarij) karena terdiri dari pengikut Ali bin Abi Thalib yang
kemudian membangkang dan keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib. Nama
al-Muhakkimah berasal dari semboyan dari doktrin mereka la hukma illa li allah
yang merujuk pada Q.S. Al-An’aam: 57 :
قُلْ إِنِّي عَلَى
بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَكَذَّبْتُمْ بِهِ مَا عِنْدِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ إِنِ
الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
Kata-kata in al-hukmu illa li allah dalam ayat
tersebut berarti menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Maka sesuatu yang
tidak sesuai dengan hukum Allah maka di anggap salah.
Mereka menolak arbitrase karena dianggap bertentangan
dengan perintah Allah dalam Q.S. Al Hujuraat : 9 :
وَإِنْ طَائِفَتَانِ
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا
عَلَى
الأخْرَى فَقَاتِلُوا
الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا
بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Artinya : “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang
mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua
golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah
golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah
Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka
damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
Yang menyuruh
memerangi kelompok pembangkang (bughat) sampai mereka kembali ke jalan Allah. Pemimpin
sekte ini bernama Abdullah bin Wahab al-Risbi yang dinobatkan setelah keluar
dari barisan Ali bin Abi Thalib. Selanjutnya dalam paham sekte ini Ali,
Muawiyah dan semua orang yang terlibat dan menyetujui arbitrase dituduh telah
menjadi kafir karena telah menyimpang dari ajaran Islam berdasarkan Q.S. Al
Maidaah : 44. :
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ
بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ…
Artinya: “…Barang siapa yang tidak memutuskan menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”
Sekte ini juga
berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar seperti membunuh tanpa alasan
yang benar dan berzina adalah kafir.
2.
Al-Azariqah
Sekte al-Azariqah lahir sekitar tahun 60 H. (akhir
abad 7 M.) di daerah perbatasan antara Irak dan Iran. Nama al-Azariqah
dinisbahkan kepada pemimpin sekte ini yang bernama Nafi bin Azraq al-Hanafi
al-Hanzali, anak bekas budak Yunani. Sebagai khalifah Nafi diberi gelar amir
al-mukminin. Menurut al-Baghdadi pendukung sekte ini berjumlah lebih dari 20 ribu orang. Paham
dari pemikiran sekte ini lebih ekstrem (radikal), diantaranya:
1. Orang Islam yang tidak
bersedia memihak atau bekerja sama dengan mereka dianggap murtad.
2. Orang yang menolak ajaran al-Azariqah adalah
musyrik.
3. Pengikut al-Azariqah
yang tidak berhijarah (eksodus) ke daerah wilayah kekuasaan mereka dianggap
musyrik juga.
4. Semua orang Islam yang
musyrik boleh ditawan atau dibunuh termasuk anak dan istri mereka.
5. Adanya praktek
isti'rad artinya menilai dan menyelidiki atas keyakinan para penentang mereka.
Orang-orang yang tidak lolos dari penyelidikan ini dijatuhi hukuman mati,
termasuk wanita dan anak-anak, karena anak-anak orang musyrik akan dikutuk
bersama orang tuanya
Berdasarkan prinsip dan pemikiran tersebut, pengikut
al-Azariqah banyak melakukan pembunuhan terhadap sesama umat Islam yang berada
di luar wilayah daerah kekuasaan mereka. Mereka menganggap daerah mereka
sebagai dar al-islam, diluar daerah itu
dianggap dar al-kufr (daerah yang dikuasai/diperintah orang kafir).
Pada tahun 684 M. Sekte
al-Azariqah ini membiarkan kaum khawarij lainnya di Bashrah menjalani perang
yang mencekam di Irak selatan dan Iran, akhirnya semuanya menemui kematian
syahid menurut mereka sebagaimana harapan mereka.
3.
Al-Najdat
Penamaan sekte ini dinisbatkan kepada pemimpinnya yang
bernama Najdah bin Amir al-Hanafi, penguasa daerah Yamamah dan Bahrain.
Lahirnya sekte ini sebagai reaksi terhadap pendapat Nafi (pemimpin al-Azariqah)
yang dianggap terlalu ekstrem. Pendapat Nafi yang ditolak adalah tentang :
1.
Kemusyrikan pengikut al-Azariqah yang tidak mau hijrah ke wilayah al-Azariqah.
2. Kebolehan membunuh anak-anak atau istri
orang yang dianggap musyrik.
Pengikut al-Najdat memandang Nafi dan orang-orang yang
mengakuinya sebagai khalifah telah menjadi kafir. Paham theologi al-Najdat yang
terpenting adalah :
1. Orang Islam yang tidak sepaham dengan
alirannya dianggap kafir dan akan masuk neraka yang kekal di dalamnya.
2. Pengikut al-Najdat tidak akan kekal dalam
neraka walaupun melakukan dosa besar.
3.Dosa kecil dapat meningkat posisinya
menjadi dosa besar apabila dikerjakan terus menerus.
4. Adanya faham taqiyah yaitu orang Islam
dapat menyembunyikan identitas keimanannya demi keselamatan dirinya. Dalam hal
ini diperbolehkan mengucapkan kata-kata atau melakukan tindakan yang
bertentangan dengan keyakinannya.
Tetapi tidak semua pengikut najdat setuju dengan
ajaran-ajaran atau faham tersebut terutama faham bahwa dosa besar tidak membuat
pengikutnya menjadi kafir, dan bahwa dosa kecil bisa menjadi dosa besar bila
dikerjakan secara terus menerus.
Dalam perkembangan selanjutnya sekte ini mengalami
perpecahan. Dari tokoh penting sekte ini
seperti Abu Fudaik dan Rasyid al-Tawil membentuk kelompok oposisi
terhadap al-Najdat yang berakhir dengan terbunuhnya al-najdat pada tahun 69 H.
(688 M.).
4.
Al-Ajaridah
Mereka adalah para
pengikut dari Abdul Al-Karim Ibn ‘Ajrad. Kaum Al-Ajaridah bersifat lebih lunak
karena menurut faham mereka berhijrah bukanlah merupakan kewajiban sebagaimana
yang diajarkan oleh Nafi’ ibn Al-Azraq dan Najdah, tetapi hanya merupakan
sebuah kebajikan .
Dengan demikian kaum
Ajaridah boleh tinggal diluar daerah kekuasaan mereka dengan tidak dianggap
sebagai kafir. Selain itu tidak boleh merampas harta dalam peperangan kecuali
harta orang yang mati terbunuh, anak kecil tidak dianggap dianggap sebagai musyrik.
Selanjutnya kaum ajaridah
ini mempunyai faham Puritanisme. Surah Yusuf dalam Al-Qur’an membawa
cerita-cerita cinta, sementara Al-Qur’an sebagai kitab suci. Kata mereka tidak
mungkin mengandung cerita-cerita cinta. Oleh karena itu mereka tidak mengakui
Surah Yusuf sebagai bagian dari Al-Qur’an.
Sebagai golongan Khawarij
lain, golongan Ajaridah ini juga terpecah belah menjadi golongan-golongan
kecil. Diantara mereka yaitu, golongan al-Maimunah, menganut faham Qodaria. Bagi
mereka semua perbuatan manusia, baik dan buruk, timbul dari kemauan dan
kekuasaan menusia itu sendiri. Golongan al-Hamziah juga mempunyai faham yang
sama, tetapi golongan al-Syu’aibiah dan al-Hamziah menganut faham sebaliknya.
Bagi mereka Tuhanlah yang menimbulkan perbuatan-perbuatan manusia. Manusia
tidak dapat menentang kehendak Allah.
5.
Al-Sufriah
Pemimpin golongan ini
ialah Ziad Ibn al-Asfar. Dalam faham mereka dekat atau sama dengan golongan
Al-Azariqah dan oleh karena itu juga merupakan golongan ekstrim. Hal-hal yang
membuat mereka kurang ekstrim dari yang lain adalah pendapat-pendapat berikut:
a.
Orang
sufriah yang tidak berhijrah tidak dipandang kafir.
b.
Mereka
tidak berpendapat bahwa anak-anak keum musyrik boleh dibunuh.
c.
Selanjutnya
tidak semua mereka berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar menjadi
musyrik. Ada diantara mereka yang membagi dosa besar dalam dua golongan, dosa
yang ada sangsinya di dunia, seperti meninggalkan sembahyang dan puasa. Orang
yang berbuat dosa golongan pertama tidak dipandang kafir. Yang menjadikan kafir
hanyalah orang yang melaksanakan dosa golongan kedua.
d.
Daerah
golongan islam yang tak sefaham dengan mereka bukan dar harb yaitu
daerah yang harus diperangi, yang diperangi hanyalah ma’askar atau camp
pemerintah, sedang anak-anak perempuan tak boleh dijadikan tawanan.
e.
Kufr dibagi menjadi dua : kufr bin ingkar al-ni’mah
yaitu mengingkari rahmat Tuhan dan Kufr bi inkar al-rububiah yaitu
mengingkari Tuhan. Dengan demikian term kafir tidak selamanya harus berarti
keluar dari islam.
Di samping
pendapat-pendapat di atas terdapat pendapat-pendapat yang spesifik bagi mereka,
yaitu:
a.
Taqiah hanya boleh dalam bentuk perkataan dan tidak dalam
bentuk perbuatan.
b.
Tetapi
sungguhpun demikian, untuk keamanan dirinya perempuan islam boleh menikah
dengan lelaki kafir, di daerah bukan islam
6.
Al-Ibadiah
Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat
dari seluruh sekte Khawarij. Nama golongan ini diambnil dari Abdullah Ibnu
Ibad, yang pada tahun 686 M. memisahkan diri dari golongan Al-Azariqoh.
Adapun faham-fahamnya yang dianggap moderat
itu, antara lain :
a.
Orang
Islam yang tidak sepaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukan pula musyrik,
tetapi kafir. Orang Islam demikian, boleh mengadakan hubungan perkawinan dan
hukum waris. Syahadat mereka diterima, dan membunuh mereka yang tidak sefaham
dihukumkan haram.
b.
Muslim
yang melakukan dosa besar masih dihukumkan ‘muwahid’, meng-esa-kan
Tuhan, tetapi bukan mukmin. Dan yang dikatakan kafir, bukanlah kafir agama,
tetapi kafir akan nikmat. Oleh karenanya, orang Islam yang melakukan dosa besar
tidak berartyi sudah keluar dari Islam.
c.
Harta
kekayaan hasil rampasan perang yang boleh diambil hanyalah kuda dan senjata.
Sedangkan harta kekayaan lainnya, seperti emas dan perak, harus dikembalikan
kepada pemiliknya.
d.
Daerah
islam yang tak sefaham dengan mereka, kecuali camp pemerintah merupakan dar
tawhid, daerah yang meng-Esakan Tuhan, dan tidak boleh diperangi. Yang
merupan dar kufr, yaitu yang harus diperangi hanyalah ma’askar
pemerintah.
Tidaklah mengherankan
kalau faham moderat digambarkan diatas membuat Abdullah Ibnu Ibad tidak mau
turut dengan golongan al-Azariqah dalam melawan pemerintahan Dinasti Bani
Ummayyah. Bahkan ia mempunyai hubungan yang baik dengan Kha;ofah Abd al-Malik
Ibnu Marwan. Demikian pula halnya dengan Jabir Ibnu Zaid al-Azdi, pemimpin
al-Ibadiah sesudah Ibnu Ibad, mempunyai hubungan baik dengan al-Hajjaj, pada
waktu yang tersebut akhir ini dengan kerasnya memerangi golongan-golongan
khawarij yang berfahan dan bersikap ekstrim.
Oleh karena itu, jika
golongan Khawarij lainya telah hilang dan hanya tinggal dalam sejarah, maka
golongan al-Ibadiah ini masih ada sampai sekarang dan terdapat di Zanzibar,
Afrika Utara, Umman dan Arabia Selatan.
Adapun golongan-golongan
Khawarij ekstrim dan radikal, sunggupun mereka sebagai golongan telah hilang
dalam sejarah, tetapi ajaran-ajaran ekstrim mereka masih mempunyai pengaruh,
walaupun tidak banyak dalam masyarakat islam sekarang.
BAB
III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil suatu intisari bahwa
aliran khawarij muncul karena persoalan politik antara Ali bin Abi Thalib dan
Muawiyah bin Abi Sufyan, dikatakan khawarij karena keluar dari barisan Ali bin
Abi Thalib sebagai protes terhadap Ali yang menyetujui tahkim sebagai cara
persengketaan ke khilafahan dengan Muawiyah bin Abi Sufyan. Dalam perkembangan
selanjutnya khawarij lebih banyak bercorak theologis, sehingga merupakan aliran
kalam pertama dalam Islam yang lahir pada abad 1 H.
Corak pemikiran aliran khawarij dalam memahami nash
al-Qur'an dan Hadis cenderung tekstual dan parsial, sehingga melahirkan
pemahaman yang kaku dan sektarian serta bersikap tendensius mudah memvonis
salah, menghukumi kafir/musyrik kepada yang tidak sependapat dengan alirannya.
Pengikut aliran khawarij didominasi
oleh suku Badwi dan suku-suku lain dari Arab Selatan yang menolak
hegemoni Arab Utara, kondisi ini menyebabkan tidak memiliki daya pijakan yang
kuat (oportunis), fanatisme yang berlebihan, wawasan keilmuan yang tidak
memadai dan cenderung statis, sehingga memudahkan terpecah dan membentuk
kelompok sektarian.
Mengenai jumlah sekete dari aliran khawarij terdapat perberbedaan pendapat diantara para
theolog, yang terkenal ada 6 sekte yaitu al-muhakkimah, al-ajariqah, al-najdat,
al-ajaridah, al-sufriyah dan al-ibadiyah.
B.Saran
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan
gambaran dan menambah wawasan kita tentang sebuah ilmu teologi islam atau yang
lebih popular dengan ilmu kalam serta
perkembangannya dari waktu ke waktu, lebih jauhnya penyusun berharap dengan
memahami sebuah teologi islam maka kita dapat berfikir yang mendalam temtang
teologi dan perkembangannya.
Dari pembahasan materi ini kami mengalami beberapa
kendala dalam penyusunan makalah ini. Maka ada beberapa kesalahan oleh kami
atau kekurangan. Oleh karena itu kami juga membutuhkan saran dari pembaca untuk
menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
http://lestari.info
http://www.pa-tanahgrogot.net
http://misbakhudinmunir.wordpress.com
Nasution, Harun. 1972. Teologi Islam. Jakarta:
kompleks IAIN
Penyusun, Tim. 2011. Ilmu Kalam. Surabaya:
IAIN SA Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar